Muhammadiyah mempunyai dua tokoh yang bernama Fachrudin. Pertama Haji Fachrudin dan yang kedua Haji Abdur Rozaq Fachrudin, yang kemudian lebih dikenal dengan sebulan Pak AR. Kedua tokoh ini juga mempunyai sejarah yang sangat dekat dengan Suara Muhammadiyah. Majalah yang pada tanggal 13 Agustus ini genap berusia 109 tahun.
Fachrudin yang pertama adalah cendekiawan berpena tajam dan pemikir yang radikal dan berani. Tokoh ini dike- nang dengan berbagai versi. Tergantung pada siapa yang mengenang salah satu murid langsung Kiai Dahlan yang telah ditasbihkan sebagai pahlawan nasional ini lewat SK bertanggal 26 Juni 1964 dengan nomor 162 Tahun 1964.
Generasi awal Muhammadiyah banyak yang mengenang Fachrudin sebagai ulama yang cerdas sekaligus organisatoris yang handal. Semua masalah yang ruwet dalam Muhamma- diyah akan beres dalam waktu singkat bila Fachrudin turun tangan. Jalan keluar penyelesaiannya sering di luar perkiraan. Anak sekarang mungkin akan menyebut Fachrudin sebagai sosok yang terbiasa berpikir out of the box.
Kalangan aktivis buruh mungkin ada lebih suka me- ngenang Fachrudin sebagai aktivis pergerakan yang berani mengambil resiko. Bagaimana tidak, bersama-sama dengan Suryopranoto, Fachrudin pernah menggerakkan demonstrasi buruh perkebunan tebu untuk menuntut hak, kehormatan, dan upah yang wajar. Akibat ulahnya ini, dia pernah ditangkap Belanda. Namun, Fachrudin tidak pernah jera. Fachrudin juga pernah menggerakkan pawai umat Islam untuk memprotes kebijakan residen Yogyakarta yang terlalu menganakemas- kan misi dan zending Kristen. Aksi ini mampu membuka kesadaran mayoritas ummat Islam tentang posisi rawan mereka di percaturan politik pada zamannya.
Di keluarga besar Suara Muhammadiyah, Fachrudin merupakan sumber inspirasi yang tidak pemah henti. Di tengah kesibukan dakwah dan mengurus bisnis, Fachrudin juga penulis yang sangat produktif. Pimred pertama majalah Suara Muhammadiyah ini juga merintis beberapa penerbitan berkala serta menulis puluhan buku. Selain bisnis konveksi dan cetak mencetak, Fachrudin juga pernah terjun di bisnis perhotelan.
Seperti Kiai Dahlan yang wafat di usia yang relatif muda yaitu 55 tahun. Fachrudin wafat dengan usia yang jauh lebih muda. Tokoh yang lahir tahun 1890 ini wafat pada tahun 1928. Meski hanya 39 tahun kesempatan Fachrudin hidup di dunia, jasa dan inspirasi yang ditorehkannya terasa abadi hingga hari ini. Frachrudin yang kedua adalah Ketua Umum Pp Mu hammadiyah paling lama dalam sejarah Muhammadiyah (1968-1990). Pak AR lahir pada tahun 1916. Rentang waktu ketokohan Fachrudin dan AR Fachrudin di Muhammadiyah yang relatif berdekatan ini membuat banyak orang salah sangka. Mengira AR Fachrudin sebagai Putra dari Fachrudin yang pertama. Tidak hanya kaum awam, ada juga sejarawan yang keliru dengan fakta ini.
AR Fachrudin memang putra dari Fachrudin tetapi Fachrudin yang jadi Penghulu Wakil Pakualaman. Bukan Fach- rudin yang pernah menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah dan Pimred Suara Muhammadiyah yang pertama. Dugaan yang keliru ini ternyata sudah terjadi sejak lama. Bahkan saat AR Fachrudin masih berusia muda.
Pak AR pernah bercerita tentang hal ini yang kemudian dituturkan oleh Pak Syukriyanto AR. Tanpa menyebut tahun pastinya, saat itu Pak AR diutus oleh PP Muhammadiyah untuk menghadiri musyawarah Muhammadiyah di Medan. Seperti biasa, selain menghadiri Musyawarah Pak AR juga bersiturrahmi dan menemui para tokoh setempat. Salah satu tokoh yang ditemui itu adalah Prof Teuku Muhammad Usman el Muhammadi. Siapa tokoh besar ini, tuan dan puan pasti sudah lebih tahu.
Tokoh besar ini dengan mesra merangkul Pak AR sambi berkata “Alhamdulillah, saya sudah lama tidak ketemu ba- pakmu, sekarang bisa ketemu anaknya. Saya sahabat Ba- pakmu.” Tentu saja Pak Ar terkejut. Apa iya tokoh tersohor ini sahabat ayahnya. Tapi sedetik kemudian Pak AR sadar kalau yang dimaksud sebagai sahabat itu pasti bukan Fachrudin Penghulu Wakil Pakualaman tetapi Fachrudin yang pemah menjadi Pimred SM.
Namun, meski kedua Fachrudin ini bukan ayah dan anak, bagi Suara Muhammadiyah keduanya mempunyai keduduk- an yang sama. Sebagai sumberi inspirasi dan kekuatan yang tidak pernah kering untuk digali. Sampai di usia senjanya Pak AR Fachrudin masih terus menulis di Suara Muhammadiyah. Pak AR juga sering berpikir out of the box dan tidak pernah menyalahkan keadaan. Bagi pak AR semua adalah peluang yang bisa dan harus dimanfaatkan.
Spirit itulah yang hendak kita teruskan untuk terus mem- besarkan majalah ini. Majalah yang dirintis oleh Fachrudin dan dikembangkan oleh AR Fachrudin. (isma)
Sumber : Suara Muhammadiyah