Sumber Foto: Biro Pers Istana melalui republika.co.id
www.tabligh.id, YOGYAKARTA Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fathurrahman Kamal mengatakan, pelarangan jilbab oleh BPIP merupakan duka kebangsaan dan kebhinekaan mendalam menjelang HUT RI ke 79. Menurutnya tragedi pelarangan jilbab ini merupakan noktah hitam hasrat diskriminatif dan Islamphobia oknum otoritas negara yang seharusnya menjadi garda terdepan merawat dan menjaga nasionalisme-religius yang telah diletakkan oleh pendiri bangsa.
Fathurrahman mengungkapkan bahwa kemarahan publik atas pelarangan jilbab tersebut menunjukkan nurani kebangsaan kita sedang terkoyak dan secara ekplisit ada upaya sekularisasi nilai-nilai kebangsaan.
“Kemarahan publik atas pelarangan jilbab dalam seremoni kenegaraan menunjukkan nurani kebangsaan kita sedang terkoyak, serta secara eksplisit ada upaya pembiasan nasionalisme religius yang telah disepakati oleh para pendiri Republik ini menjadi nasionalisme sekuler yang anti-Tuhan” ungkap beliau, Rabu (14/08) di Gedung Tabligh Institute.
Sebelumnya Yudian Wahyudi selaku ketua BPIP dalam keterangannya kepada media menyatakan tidak ada pemaksaan bagi paskibraka untuk melepas jilbab. Ini adalah bentuk kesekuarelaan yang disepakati oleh setiap calon Paskibraka ketika saat proses seleksi dan menyatakan bahwa lepas jilbab hanya untuk acara kenegaraan seperti pengukuhan dan proses pengibaran selebihnya para Paskibraka dipersilakan untuk bisa mengenakan jilbab.
Menanggapi pernyataan Yudian, Fathurrahman Kamal mengatakan bahwasanya sikap BIP adalah bentuk diskrimnatif dan Islamphobia serta ahistoris.
“ini menunjukkan adanya sikap diskriminatif, bahkan islamophobia terselubung serta amnesia historis yang akut tentang sejarah republik”, tegasnya.
Padahal menurutnya kaum muslimin yang diwakili para tokohnya sejak awal berjuang menintegrasikan nilai-nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an dan ummat Islam dalam pandangannya merupakan bagian integral dari perjuangan bangsa ini.
“Dalam kehidupan kebangsaan umat Islam melalui negarawan muslim sejak awal berjuang untuk pengintegrasian keislaman dan keindonesiaan. umat Islam merupakan bagian integral dari bangsa dan telah berkiprah dalam membangun Indonesia sejak pergerakan kebangkitan nasional hingga era kemerdekaan, bahkan hingga berjuang mengisi kemerdekaan Republik ini”,pungkasnya.
Lebihnya lagi Fathurrahman menjelaskan jika merujuk kepada sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Negara Indonesia itu tidak dapat dipisahkan dari jiwa, pikiran, dan nilai nilai ketuhanan dan keagamaan yang berbasis tauhidullah. Bahkan jika diakaitkan dengan pasal 29 UUD 1945 yang mana Negara mengakui keberadaan dan kemerdekaan umat beragama untuk menjalankan keyakinan dan kepercayaan agamanya.
Oleh karena itu Fathurrahman berpendapat Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah ideologi negara yang mengikat seluruh rakyat dan komponen bangsa dan sejatinya setiap kata yang terkandung dalam Pancasila adalah sangat islami dan selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam.
“Pancasila itu Islami karena substansi pada setiap silanya selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Pancasila terkandung ciri keislaman dan keindonesiaan yang memadukan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan-religius, hubungan individu dan masyarakat, kerakyatan dan permusyawaratan, serta keadilan dan kemakmuran”, tegasnya.
Fathurrahman menegaskan kembali bahwasanya jangan ada namanya penghianatan, sikap diskriminatif dan upaya sekularisasi nilai-nilai kebangsaan.
“Sekali lagi jangan ada pengkhianatan atas nama apapun terhadap wasiat kebangsaan para pendiri republik. Jangan ada sikap diskriminatif dan upaya pembajakan nasionalisme religius kita menjadi nasionalisme sekuler yang anti Tuhan!”, tutupnya. (Indra/www.tabligh.id)
