web stats
Home » Masjid Itu Simbol Keagungan Allah dan Basis Ketahanan Komunal,Harus Dikelola Secara Profesional dan Dedikatif.

Masjid Itu Simbol Keagungan Allah dan Basis Ketahanan Komunal,Harus Dikelola Secara Profesional dan Dedikatif.

by Indra Jaya Sutan Bandaro
0 comment

YOGYAKARTA.TABLIGH.ID-Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fathurrahman Kamal poin  utama dalam kepengelolaan Masjid adalah meluruskan niat, karena masjid adalah properti milik Allah dan membutuhkan keteguhan niat untuk mengelolanya. Hal ini disampaikan Fathurrahman Kamal saat memberikan sambutan pada acara Workshop Ketentuan Kemasjidan Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu 14 September 2024 di Aula Yunahar Ilyas Gedung Institute Tabligh Muhammadiyah, Kasihan, Bantul.

Keteguhan niat menurut Fathurrahman Kamal, berbanding lurus dengan komitmen pada prinsip ketaqwaan dalam maknanya yang luas. Hal ini menjadi semacam metafora di dalam membangun suatu peradaban dan tradisi besar dalam kehidupan umat manusia.

“Pembangunan manusia, termasuk menghadirkan peradaban berkemajuan serta tradisi besar dalam sebuah perjuangan haruslah berasas takwa. Ini semacam kapital spiritual dan sosial yang dapat melahirkan manusia-manusia peradaban dengan visi kesucian diri dan jiwa (thahratun nafsi),” tegasnya.

Tanpa kesadaran semacam itu Fathurrahman Kamal menambahkan, Al-Qur’an memberi metafora bagaikan orang-orang yang mendirikan kemegahan istana ataupun peradabannya di tepi jurang yang rapuh, kemudian terjungkir ke lembah nestapa dunia, bahkan kerugian di akherat.

Jika ditarik kepada fase sebelumnya, Fathurrahman Kamal menjelaskan, sesaat  Rasulullah ‘alaihissalam menapakkan kakinya di Quba’ bersama para sahabat setianya pada peristiwa hijrah, beliau mendirikan masjid Quba’ yang kemudian diabadikan oleh Allah dalam surat At-Tawbah ayat 108. Beberapa hari berselang, setiba beliau di Yatsrib, yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah, beliau mendirikan Masjid Nabawi sebagai sentral tata kelola “negara” yang tercatat dalam tinta sejarah dunia. Tradisi besar yang lahir dari Masjid Nabawi melahirkan suatu kehidupan masyarakat dan bangsa dengan daya rekat (kohesivitas) yang sangat kokoh antar kelompok dan individu warganya, terlebih lagi antar sesama kaum beriman sebagaimana dicontohkan dalam catatan mu’âkhât (persaudaraan) kaum Muhajirin dan Anshar.

“Kohesivitas individu dan sosial generasi awal di masa Rasulullah s.a.w yang sangat kokoh merupakan pantulan frekuensi  dan basis spiritual yang sama di antara mereka. Modal spiritual (quwwah rûhiyah) ini pula yang dicatat oleh sejarah sebagai strating point menegakkan peradaban Islam yang agung. Peradaban dengan visi Uluhiyah yang sangat kental. Pembangunan dua masjid; Quba’ dan Nabawi menjadi saksi sejarah kokohnya basis spiritual tersebut. Manusia masjid adalah manusia yang siap melakukan purifikasi atas struktur kemanusiaan dirinya, bukan saja pada aspek ritual spiritual, tetapi dibuktikan dengan kesalehan sosial dan kebangsaan,” ucapnya.

Sejak Muktamar ke-45 di Malang dan Muktamar Satu Abad yang lalu,menurut Fathurrahman Kamal, Muhammadiyah telah memetakan persoalan fundamental berupa paradoks kemanusiaan yang bertumpu pada kehidupan yang supra-leberal, sekuler, materialistik, dan bahkan anti Tuhan; intinya mansia mengalama “the lost of soul” (kehilangan nurani). Dalam konteks ini masjid harus menghadirkan solusi kongkret bagi ketimpangan ini. Masjid adalah pertahanan utama bagi ketahanan sosial kemasyarakatan kita, sebagaimana keluarga menjadi pilar utama ketahanan individu muslim.

“Jika pertahanan individu bagi masyarakat muslim di era disrupsi ini adalah rumah sebagaimana diterangkan surat at Tahrim ayat 6, maka pertahanan sosial kita,  termasuk ketahanan  komunal dan sosial kita  itu bukan bertumpu pada partai politik, akan tetapi di masjid-masjid. oleh karena itu manakala rumah tangga itu kuat, ketahanan  keluarga tentu akan melahirkan individu yang kokoh. Jadi manakala masjid kita itu  kuat dan produktif, maka hal itu akan melahirkan  suatu ketahanan sosial yang kokoh juga”, tuturnya.  

Ustadz Fathurrahman Kamal menyampaikan, oleh karena masjid ini adalah syi’ar dari pada Allah dan simbol keagungan dan kemuliaan Tuhan, sebabnya disebut sebagai baitullah, nisbat yang menunjukkan makna kemuliaan dan pemuliaan. Konsekuensi logisnya ialah kita harus mengerahkan saegenap daya upaya dan kemampuan agar rumah-rumah Allah ini dikelola secara professional-dedicated, nyaman bagi siapapun, indah dipandang, bahkan semua orang dapat menemukan hajatnya di masjid, serta ramah bagi kaum milenial, genzi dan alpha.

“Masjid itu harus bersih, indah dipandang, instagramable,  memang harus begitu. Pastikan semua yang masuk masjid merasakan solusi bagi hidupnya, juga merasakan keagungan atau syi’ar Allah”, jelasnya.

Terakhir, Fathurrahman Kamal menekankan pentingnya integrasi muballigh dan masjid utk menghidupkan masjid sebagai syiar ketahanan komunal masyarakat muslim dan pusat belajar umat yg dilaksanakan secara profesional, Formalisasi profesi muballigh sebagai ikhtiar capacity building dan kompetensi serta kesejahteraan mereka. Berikutnya sistem asesmen muballigh dan Menyusun roadmap implementasi ketentuan kemasjidan sebagai turunan dari pedoman tatakelola masjid/musholla muhammadiyah, serta pentingnya satgas bersama antara MT, LPCRPM, dan LDK dlm pemdayagunaan masjid. (*)

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00