YOGYAKARTA.TABLIGH.ID – Soal toleransi, Islam adalah juaranya. Hal ini disampaikan oleh Ustadz Budi Nurastowo Bintriman dalam kajian malam Selasa Majelis Tabligh Muhammadiyah, yang digelar pada 23 September 2024 di Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta.
Menurut Ustadz Budi, toleransi memang penting, tetapi jika dilakukan secara berlebihan tanpa batas, hal itu bisa merosot menjadi sinkretisme dan menyebabkan pendangkalan akidah. Sebagai contoh, ia menyoroti praktik beberapa pejabat yang dalam acara resmi mencampurkan salam Islam dengan salam dari agama lain. Ia menegaskan, praktik semacam itu melanggar prinsip akidah Islam.
“Oleh karena itu, urgensi memahami ilmu toleransi sangat penting bagi kaum Muslimin agar tidak terjebak dalam sinkretisme yang bisa mengarah pada kekufuran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ustadz Budi menjelaskan bahwa memahami konsep tasamuh (toleransi) dalam Islam seharusnya menjadi upaya antisipatif terhadap radikalisme. Namun, dalam kenyataannya, ia melihat adanya kelompok yang gencar mengumandangkan toleransi tetapi justru sering bertindak paradoks.
“Mereka lantang meneriakkan toleransi, tetapi malah membubarkan pengajian yang dianggap tidak sejalan dengan pandangan mereka. Mereka keras terhadap sesama Muslim, namun lembut terhadap penganut agama lain,” ujarnya, yang juga dikenal sebagai pengasuh Panti Asuhan Aisyiyah Boyolali 03.
Dalam pemahamannya, Ustadz Budi menekankan bahwa substansi dari toleransi yang benar adalah saling mengingatkan, menasihati, dan tidak berlebihan, terutama dalam konteks perbedaan agama, adat istiadat, dan keyakinan.
“Islam sejatinya menghormati keberadaan agama-agama lain,” ungkapnya. “Namun, umat Islam harus meyakini bahwa agama yang benar secara mutlak adalah Islam, sementara keyakinan di luar Islam adalah batil.”
Ia juga menyampaikan bahwa dalam hal akhlak, ada kemungkinan untuk bekerja sama, terlebih dalam urusan duniawi. Namun, dalam perkara akidah dan ibadah, tidak ada ruang untuk kerja sama lintas agama.
Dalam pandangannya, Muhammadiyah memang membawa gagasan tentang moderasi beragama, tetapi substansi dari moderasi tersebut tetap terikat pada nilai-nilai Islam, tanpa jatuh pada peniruan budaya, pemikiran, ataupun ritual ibadah dari agama lain.
Terakhir, Ustadz Budi menegaskan pentingnya menjaga prinsip wala’ wal bara’, yakni tidak bersikap keras terhadap sesama Muslim namun lembut terhadap non-Muslim, agar nilai-nilai keimanan tidak tergerus. (*)