BEKASI.TABLIGH.ID , 1 November 2024 – Dalam kajian terbaru di akun YouTube miliknya, @adihidayatofficial, Ustadz Adi Hidayat membahas pentingnya verifikasi informasi bagi umat Islam, terutama dalam konteks penyebaran berita bohong yang marak di era digital. Melalui sebuah kisah dari masa Nabi Muhammad SAW, Ustadz Adi mengajak kita untuk lebih bijaksana dalam menerima dan menyebarkan berita.
Ustadz Adi mengisahkan situasi yang terjadi di Al-Madinah Al-Munawwarah, di mana Nabi Muhammad SAW mengalami framing negatif yang disebarkan oleh segelintir orang. Sosok ini memanfaatkan keadaan Nabi, yang sedang terlihat tidak biasa, untuk menciptakan kontroversi dengan klaim bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya. Berita palsu ini segera menarik perhatian masyarakat, memicu diskusi dan kontroversi.
Dikatakan oleh Ustadz Adi, sahabat Nabi, Umar bin Khattab r.a., segera menyadari bahwa berita tersebut adalah informasi yang salah. Ia bertindak cepat untuk meluruskan kesalahpahaman dengan menegaskan bahwa Nabi tidak pernah menceraikan istri-istrinya. Tindakan Umar menegaskan pentingnya peran individu dalam menjaga kebenaran di tengah arus informasi yang tidak akurat.
Dalam suasana ini, Allah SWT menurunkan ayat penting dari Surah An-Nisa, ayat 83, yang memberikan peringatan tentang sikap masyarakat dalam menerima informasi. Ustadz Adi menjelaskan bahwa Allah menunjukkan bahwa ada orang-orang yang senang membuat konten tanpa mempedulikan kebenaran, baik dalam situasi aman maupun berisiko.
Lebih lanjut, Ustadz Adi menekankan bahwa orang beriman seharusnya tidak langsung mempercayai berita yang diterima. “Sebelum menyimpulkan, kita perlu memverifikasi informasi tersebut dengan mengacu pada sumber yang tepercaya, seperti Rasulullah SAW atau otoritas yang berwenang,” ujarnya.
Ustadz Adi juga menyoroti pentingnya memahami kaedah tafsir Al-Qur’an. Jika suatu peristiwa tidak mencantumkan pelaku dan waktu kejadian, kemungkinan besar peristiwa tersebut dapat terulang di masa depan dengan cara yang berbeda. Hal ini mengingatkan kita akan potensi penyebaran framing negatif yang dapat mengganggu masyarakat.
Insan beriman, menurut Ustadz Adi, harus memiliki dua prinsip utama: pertama, selalu berusaha memverifikasi kebenaran dari informasi yang diterima, dan kedua, menempatkan kebenaran berdasarkan petunjuk Allah SWT di atas segala hal. “Informasi yang hanya mencari kontroversi sebaiknya diabaikan,” tambahnya.
Sebagai contoh lainnya, Ustadz Adi menceritakan kisah Sayyidah Aisyah r.a. yang mengalami fitnah saat kehilangan barang berharga (Hadits Ifki adalah berita bohong yang terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW pada bulan Sya’ban tahun ke-5 Hijriyah, setelah perang Bani Musthaliq). Allah SWT menurunkan wahyu sebagai respons terhadap berita buruk yang menyebar, menunjukkan bahwa fitnah memiliki konsekuensi.
Dalam rangka menanggulangi penyebaran fitnah, Ustadz Adi mengingatkan bahwa prinsip untuk tidak membiarkan fitnah menyebar adalah kunci bagi umat beriman. “Pesan ini berlaku untuk semua, tanpa memandang gender atau usia,” pungkasnya. (*)