web stats
Home » Memasang Anting pada Anak Perempuan sebagai Upaya Menanamkan Feminitas dalam Pola Asuh Islami

Memasang Anting pada Anak Perempuan sebagai Upaya Menanamkan Feminitas dalam Pola Asuh Islami

by Redaksi
0 comment

Oleh: Dr. Hakimuddin Salim, Lc. MA.

Alhamdulillah, pada kesempatan malam hari ini kita masih diberikan kesempatan untuk kembali bermajelis, meskipun secara online, guna mentadabburi hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Pada malam ini, kita akan membahas tentang Tarbiyatul Aulad atau pendidikan anak.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, yang telah memberikan teladan sempurna dalam bagaimana mendidik generasi. Salah satu teladan yang beliau tunjukkan adalah bagaimana mengasuh dan mendidik anak-anak. Sebagaimana sabda beliau yang telah kita sebutkan sebelumnya: “Asdaqul haditsi kitabullah wa khairul huda hudaa Muhammadin Shallallahu Alaihi Wasallam,” yang artinya: “Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.”

Petunjuk yang dimaksud di sini mencakup segala aspek kehidupan, termasuk bagaimana kita sebagai orang tua menjalankan amanah dari Allah untuk mendidik anak-anak kita, generasi penerus umat ini.

Pada malam hari ini, kita akan membahas salah satu hadits yang berkaitan dengan pendidikan anak, yakni tentang melubangi telinga untuk dipasangkan anting. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Anha, di mana beliau menceritakan sebuah majelis yang dihadiri oleh 11 perempuan, dan masing-masing perempuan tersebut menceritakan tentang suaminya.

Salah satu kisah yang diceritakan dalam majelis tersebut adalah kisah Ummu Zar’in tentang bagaimana suaminya, Abu Zar’in, memberikan perhatian kepadanya, termasuk dengan memberikan anting yang dipasangkan di telinganya. Setelah Aisyah Radhiyallahu Anha menyampaikan kisah ini kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda, “Aku kepadamu, wahai Aisyah, seperti Abu Zar’in kepada Ummu Zar’in.”

Sekilas, hadits ini tampak sederhana, namun banyak ulama menjadikannya sebagai dalil tentang kebolehan perempuan melubangi telinga untuk dipasangkan anting. Ini diperkuat oleh hadits lain yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu, di mana para perempuan di Madinah pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersedekah dengan cincinnya, antingnya, dan harta lainnya.

Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya Tuhfatul Maudud bil ahkamil maulud—sebuah kitab yang ditulis sebagai hadiah untuk anaknya yang baru saja memiliki anak—bahwa melubangi telinga bayi perempuan untuk dipasangkan anting adalah sesuatu yang diperbolehkan (jaiz). Ibnu Qayyim merujuk pada berbagai riwayat, termasuk apa yang ditegaskan oleh Imam Ahmad, serta hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha, yang mengandung taqrir (persetujuan) dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terhadap tindakan tersebut.

Kitab Tuhfatul Maudud bil ahkamil maulud ini sangat penting untuk kita pelajari dalam kaitannya dengan pendidikan anak, karena di dalamnya dibahas berbagai aspek syariat terkait Tarbiyatul Aulad (pendidikan anak) dan nilai-nilai Islami yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana kita ketahui, sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, baik itu perkataan, perbuatan, maupun taqrir (persetujuan) beliau terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabat.

Atau sesuatu yang berkaitan dengan sifat-sifat beliau, baik itu sifat fisik maupun sifat akhlak. Berdasarkan hadits ini, serta apa yang dilakukan oleh penduduk Madinah, khususnya para perempuan, ketika dimotivasi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk bersedekah, mereka berbondong-bondong memberikan emas, cincin, hingga anting-anting mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menerima sedekah tersebut tanpa ada penolakan, yang menunjukkan bahwa beliau tidak melarang pemakaian anting-anting bagi perempuan.

Seandainya penggunaan anting-anting itu terlarang, tentu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak akan menerimanya. Hal ini menunjukkan bahwa mengenakan anting bagi perempuan adalah sebuah budaya yang sudah ada saat itu dan tidak dilarang oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Bahkan, para sahabat perempuan pun memakainya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Tuhfatul Maudud bil ahkamil maulud menyebutkan bahwa Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu juga pernah memasangkan anting pada bayi perempuan. Ini menjelaskan bahwa tindakan tersebut memiliki dasar dalam tradisi Islam. Terlepas dari apakah ini dapat dianggap sebagai sunnah taqririyah (ketetapan Nabi atas perbuatan sahabat) atau hanya sebagai sesuatu yang diperbolehkan, banyak ulama sepakat bahwa melubangi telinga bayi perempuan untuk dipakaikan anting adalah sesuatu yang jaiz (dibolehkan).

Namun, ada sebagian ulama seperti Imam Al-Ghazali yang berpendapat bahwa melubangi telinga anak kecil bisa menimbulkan rasa sakit. Meskipun pendapat ini dibantah oleh ulama lain yang menyatakan bahwa bayi justru lebih cepat sembuh setelah telinganya dilubangi. Apalagi, dengan teknologi medis saat ini, proses pelubangan telinga menjadi lebih aman dan tidak menyakitkan. Penggunaan alat-alat modern seperti stapler khusus membuat prosesnya lebih mudah dan cepat sembuh.

Para ulama dari kalangan Salaf dan Khalaf juga menjelaskan bahwa ketika bayi perempuan dilubangi telinganya, ini membantu mempercepat penyembuhan. Maka, penting untuk memahami bahwa hal ini memiliki dimensi tarbawiyah (pendidikan), terutama dalam konteks tarbiyah jinsiyah (pendidikan gender).

Melubangi telinga bayi perempuan dan memakaikannya anting memiliki nilai pendidikan dalam menanamkan sifat-sifat feminitas sejak dini. Ini adalah bagian dari pendidikan yang menekankan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Untuk bayi perempuan, hal ini menjadi penanda feminitas, sedangkan bayi laki-laki tidak diperkenankan memakai anting, apalagi emas.

Sebagian ulama menekankan pentingnya menanamkan sifat-sifat feminin pada anak perempuan sejak bayi, salah satunya dengan mengenakan anting. Sebaliknya, untuk bayi laki-laki, ciri-ciri maskulinitas harus ditanamkan.

Saya dulu, ketika menulis tesis tentang Tarbiyatul Aulad menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, mencoba memahami mengapa beliau membahas khusus tentang melubangi telinga bayi perempuan. Namun, setelah dikaruniai anak perempuan, saya semakin memahami betapa pentingnya hal ini. Ketika anak masih kecil, sering kali sulit membedakan antara bayi laki-laki dan perempuan, kecuali jika kita memakaikan pakaian yang mencirikan jenis kelamin mereka, seperti pakaian berwarna feminin atau dengan hiasan bunga. Namun, tanda-tanda ini bersifat sementara, tergantung pakaian yang dipakai.

Ketika kita memasangkan anting pada bayi perempuan, tanda femininitas ini menjadi lebih jelas dan tetap, menjadikannya ciri khas yang membantu menegaskan identitas gender sejak dini.

Sebagai seorang ayah, terkadang kita perlu membedakan cara berinteraksi dengan bayi laki-laki dan bayi perempuan. Biasanya, sifat lembut lebih cocok diterapkan pada bayi perempuan. Sementara itu, terhadap bayi laki-laki, kita cenderung lebih aktif, mungkin dengan menggoda atau mengajaknya bermain fisik seperti melempar-lempar secara ringan. Namun, kesadaran bahwa bayi kita adalah perempuan yang harus diperlakukan lebih lembut sering kali hilang ketika ciri-ciri keperempuanannya tidak tampak jelas. Misalnya, ketika bayi tidak memakai pakaian feminin atau rambutnya masih pendek.

Sebagian bayi perempuan bahkan kadang tampak seperti bayi laki-laki, terutama ketika ciri-ciri fisiknya belum berkembang sempurna. Namun, ketika bayi perempuan sudah memakai anting, identitasnya sebagai perempuan menjadi lebih jelas dan tetap. Ini mengingatkan kita, sebagai ayah, untuk selalu memperlakukan mereka dengan kelembutan yang sesuai dengan fitrah mereka sebagai perempuan.

Di antara manfaat dari kesadaran ini adalah terhindarnya anak-anak dari kebingungan identitas gender. Saat ini, kita melihat maraknya fenomena LGBT yang memprihatinkan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini adalah pola asuh yang tidak kuat dalam menanamkan ciri-ciri feminitas pada anak perempuan dan maskulinitas pada anak laki-laki. Islam sangat menekankan peran orang tua dalam mendidik anak-anak sesuai dengan fitrah mereka, termasuk dalam menanamkan ciri-ciri yang sesuai dengan gendernya sejak bayi.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa riwayat, serta yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, proses penanaman sifat-sifat gender ini bisa dimulai sejak bayi. Misalnya, melubangi telinga bayi perempuan untuk dipakaikan anting. Hal ini tidak hanya membantu orang tua dalam membedakan gender bayi, tetapi juga membantu orang lain yang berinteraksi dengan bayi tersebut untuk menyesuaikan perilaku mereka. Dengan adanya ciri-ciri fisik yang jelas, seperti anting, orang-orang akan menyadari bahwa bayi tersebut adalah perempuan dan akan memperlakukannya dengan lebih lembut.

Poin penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa pola asuh yang tidak menanamkan dengan baik sifat-sifat feminitas pada anak perempuan atau maskulinitas pada anak laki-laki dapat menyebabkan disorientasi seksual, yang pada akhirnya bisa memicu fenomena seperti transgender dan orientasi seksual yang menyimpang. Hadits tentang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang menerima emas, cincin, dan anting-anting sebagai sedekah dari para perempuan Madinah menjadi salah satu landasan bahwa pemakaian anting oleh perempuan, termasuk bayi perempuan, adalah sesuatu yang dibolehkan dalam Islam.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Tuhfatul Maudud bil ahkamil maulud juga menegaskan bahwa tindakan ini memiliki faedah tarbawiyah (pendidikan), khususnya dalam kaitannya dengan menanamkan ciri-ciri keperempuanan pada bayi perempuan. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kapan waktu yang tepat untuk melubangi telinga bayi perempuan, terutama jika bayi tersebut sedang tidak sehat atau ada risiko lain, yang penting adalah bagaimana kita dapat menanamkan ciri-ciri dan sifat-sifat yang sesuai dengan gender anak kita sejak dini.

Dengan demikian, penanaman ciri-ciri fisik dan sifat-sifat yang sesuai dengan gender ini adalah bagian penting dari pendidikan anak yang dapat dimulai sejak mereka masih bayi.

Tulisan ini merupakan Kajian Parenting Nabawiyah Ustadz Hakimuddin Salim di channel IBASKA TV, 16 Agustus 2023

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00