Oleh: Buya Talqis Nurdianto, Lc., MA,. Ph.D
Jamaah rahimakumullah, baru-baru ini kita dikejutkan oleh peristiwa yang sangat memprihatinkan di salah satu kota di Jawa Timur. Ada sejumlah siswi—bukan mahasiswa—yang masih berusia SMP dan SMA, yang divonis hamil di luar nikah. Jumlahnya mencapai puluhan. Hal ini menunjukkan adanya masalah besar dalam perilaku moral di kalangan generasi muda kita. Ini menjadi tanda bahwa kita perlu kembali mengevaluasi bagaimana pendidikan dan pembentukan karakter, terutama dari perspektif Islam, dijalankan di tengah-tengah masyarakat.
Kenapa Al-Qur’an diturunkan? Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk hidup yang tidak hanya sebagai bacaan, tetapi sebagai pedoman untuk setiap langkah dan keputusan dalam hidup kita. Al-Qur’an bukan hanya sekadar menghias rak atau lemari di rumah, tetapi ia adalah wahyu yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus memahaminya, merenungkannya, dan tentu saja mengamalkan ajarannya.
Jamaah rahimakumullah, meskipun kita tidak asing dengan Al-Qur’an—sering mendengar kalimat seperti “Oh, Al-Qur’an ada di tas saya, di gadget saya”—tetapi apakah kita benar-benar familiar dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya? Apakah kita sudah mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam perilaku kita? Ini adalah pertanyaan yang harus kita renungkan bersama. Bisa jadi, nilai-nilai Al-Qur’an masih terasa asing bagi kita karena kita belum sepenuhnya mengamalkannya dalam kehidupan kita.
Memahami Al-Qur’an memerlukan proses yang tidak singkat. Buktinya, meskipun Al-Qur’an diturunkan dalam 30 juz dan tetap sempurna sejak dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah, Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu secara bertahap. Ini mengajarkan kita bahwa memahami Al-Qur’an pun adalah proses bertahap, tidak bisa langsung dipahami dalam 30 hari, seperti ketika kita mengejar target membaca 30 juz dalam sebulan. Pemahaman yang cepat dan instan sering kali hanya mengarah pada pemahaman yang dangkal.
Mari kita belajar dari para sahabat Rasulullah ﷺ. Ada yang memerlukan waktu dua tahun hanya untuk memahami Surah Al-Baqarah. Umar bin Khattab, setelah menghafal dan memahami Surah Al-Baqarah, bahkan menyembelih seekor unta sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa memahami Al-Qur’an bukan hanya sekadar menghafal, tetapi juga mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, bagaimana dengan kita? Jamaah rahimakumullah, hidup bersama Al-Qur’an adalah keniscayaan bagi seorang Muslim. Seperti yang disampaikan oleh Ustadz Joko, “Jika kita tidak hidup bersama Al-Qur’an, lalu dengan siapa kita akan hidup?” Hidup bersama dengan Al-Qur’an bukan berarti hanya sekadar memiliki Al-Qur’an di rak atau di gadget, tetapi ia harus dibaca, dipahami, ditadabburi (diperhatikan maknanya), dan diamalkan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Al-Qur’an adalah mukjizat yang akan bekerja bagi siapa saja yang mau mengambil manfaat darinya. Dalam Surah Al-Qamar, ayat 17, Allah berfirman:
“Dan sungguh, Kami telah memudahkan Al-Qur’an sebagai peringatan. Adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)
Seolah-olah Al-Qur’an berkata, “Ayo, ajak saya dalam kehidupanmu. Bawa saya dalam aktivitasmu. Saya akan menjaga dan membimbingmu.” Jika kita mengajak Al-Qur’an dalam setiap langkah hidup kita, maka Al-Qur’an akan menjaga kita dari perilaku yang salah dan yang dilarang oleh Allah.
Kita tidak pernah sendirian. Seorang Muslim selalu diawasi oleh Allah. Namun, dalam aktivitas kita sehari-hari, kita harus benar-benar hidup bersama Al-Qur’an. Apapun jurusan studi kita, apapun pekerjaan kita, Al-Qur’an harus tetap menjadi teman setia. Mengapa kita harus memilih makanan yang halal dan menjauhi yang haram? Karena Al-Qur’an mengajarkan kita untuk hidup sesuai dengan aturan-Nya. Ketika kita memakan yang haram, Al-Qur’an mengingatkan kita bahwa itu bertentangan dengan ajaran-Nya.
Al-Qur’an bukan sekadar kitab yang kita baca, tetapi juga menjadi pendamping hidup kita. Ia akan mengingatkan kita dalam setiap langkah yang kita ambil. Ketika kita tahu apa yang diinginkan Al-Qur’an dari diri kita, kita akan merasakan manfaat luar biasa dari kehadiran-Nya dalam kehidupan kita.
Jamaah rahimakumullah, ketika kita mengetahui apa yang diinginkan oleh Al-Qur’an untuk diri kita, kita harus bertanya: Apa yang Al-Qur’an mau dari kita? Contohnya, jika kita sudah menghafal ayat-ayat tertentu, mari kita renungkan: Apa makna yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut? Apakah ayat tersebut hanya sekadar kisah orang-orang terdahulu, ataukah ia mengandung perintah yang harus kita kerjakan, atau larangan yang harus kita tinggalkan?
Sebagai contoh, kita sering membaca Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas setelah shalat. Kita sudah hafal surah-surah ini, tetapi apakah kita benar-benar memahami maknanya? Ketika kita membaca tafsirnya, kita baru menyadari betapa pentingnya makna yang terkandung di dalamnya. Dalam tafsir, diceritakan bagaimana Rasulullah ﷺ pernah terkena sihir, padahal beliau adalah seorang nabi, manusia pilihan. Jika seorang nabi bisa terkena sihir, maka kita yang bukan nabi, tentu juga berpotensi mengalami hal serupa.
Mengapa kita perlu membaca Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas? Karena sihir dan gangguan jin tetap ada, bahkan di zaman sekarang. Kita bisa menghitung berapa banyak ayat dalam kedua surah ini—Al-Falaq terdiri dari 5 ayat dan An-Nas terdiri dari 6 ayat, jadi totalnya ada 11 ayat. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk membaca 11 ayat ini untuk melepas ikatan-ikatan sihir dan gangguan jin.
Terkadang, kita merasakan sakit pada bagian tubuh tertentu. Apa yang bisa kita lakukan? Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita membaca Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, lalu mengusapkan tangan pada bagian tubuh yang sakit. Aisyah radhiyallahu anha, ketika melihat Rasulullah ﷺ merasa tidak enak badan, akan meletakkan tangan di atas tangan beliau dan membacakan surah-surah tersebut. Inilah cara kita meniru (ittiba’) Nabi ﷺ dalam menghadapi gangguan fisik dan spiritual.
Jamaah rahimakumullah, jangan biarkan kita hanya sekadar menghafal ayat-ayat Al-Qur’an tanpa memahami maksud dan tujuan dari ayat-ayat tersebut dalam kehidupan kita. Al-Qur’an bukan hanya sekadar kitab yang harus dibaca, tetapi juga petunjuk hidup yang harus diterapkan. Setiap surah, setiap ayat, membawa pesan yang sangat penting bagi kehidupan kita.
Ingatlah, kita tidak boleh menyepelekan gangguan yang terjadi saat kita tidur. Karena pada saat tidur, kita berada dalam kondisi tidak sadar, dan kadang-kadang kita merasakan hal-hal yang tidak bisa kita jelaskan dengan logika. Begitu juga, apabila kita berada di tempat yang gelap atau asing, kita disarankan untuk memohon perlindungan kepada Allah dengan membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas.
Jamaah rahimakumullah, ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk lebih serius dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan kita. Jangan biarkan Al-Qur’an hanya menjadi hiasan di rak-rak rumah kita, tetapi biarkan ia menjadi petunjuk yang menerangi setiap langkah kita. Karena hidup bersama Al-Qur’an adalah hidup yang penuh berkah dan petunjuk dari Allah.