YOGYAKARTA.TABLIGH.ID -Ustadz Fathurrahman Kamal memberikan nasihat berharga bagi para muballigh Muhammadiyah dalam menghadapi fenomena disrupsi yang tengah melanda umat. Ustadz Fathurrahman merujuk pada buku Disruption karya Prof. Rhenald Kasali yang menyoroti perubahan radikal dan mendalam dalam bidang ekonomi. Namun, disrupsi ini juga terjadi dalam kehidupan keagamaan, membawa tantangan besar bagi para dai dan muballigh.
Disrupsi dalam konteks keagamaan adalah perubahan cepat yang dapat menggoyahkan keseimbangan masyarakat, bahkan menimbulkan kekacauan bagi individu yang tidak siap secara mental dan spiritual. Oleh karena itu, Ustadz Fathurrahman menekankan bahwa para muballigh harus memperkuat keilmuan dan kebijaksanaan agar mampu membimbing umat menghadapi tantangan zaman yang serba cepat ini.
Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan tentang zaman penuh fitnah dalam salah satu hadis. Beliau mengibaratkan fitnah sebagai potongan malam yang gelap gulita, di mana seseorang dapat tergelincir dalam keimanannya dengan sangat cepat. Dalam situasi ini, mereka yang tergoda oleh keuntungan duniawi bisa menjual agamanya demi sedikit kenikmatan.
Selain itu, Ustadz Fathurrahman menyinggung hadis lain yang menggambarkan masa penuh tipu daya, di mana kebenaran dan kebohongan akan dibolak-balik. Orang yang jujur didustakan, sementara yang berkhianat justru dipercaya. Kondisi ini, menurut beliau, sangat mencerminkan situasi masyarakat saat ini, terutama dengan munculnya ar-ruwaybidhah—orang-orang tanpa kapasitas memadai yang berperan penting dalam masyarakat.
Di dunia ekonomi, disrupsi sering kali membawa inovasi positif, namun di ranah keagamaan, disrupsi bisa berisiko besar jika tidak dihadapi dengan kesiapan. Ustadz Fathurrahman mengingatkan bahwa para muballigh tidak boleh tertinggal oleh perkembangan zaman, karena hal ini bisa berdampak negatif pada dakwah dan bimbingan yang diberikan kepada umat.
Dalam pesannya, Ustadz Fathurrahman juga mengingatkan bahwa banyak orang terjebak dalam budaya sensing culture—mereka hanya mementingkan sensasi tanpa memahami esensi dari tindakan yang mereka lakukan. Kondisi ini, menurut beliau, dapat mengikis spiritualitas seseorang, menjadikannya berjiwa kosong dan kehilangan empati.
Menutup nasihatnya, Ustadz Fathurrahman menegaskan bahwa dakwah Muhammadiyah harus tetap mencerahkan, menggerakkan, dan menggembirakan. Empati terhadap masyarakat sangat penting, karena tidak semua orang memahami kenyataan yang mereka hadapi. Beliau juga mengutip pemikiran Prof. Rhenald Kasali bahwa yang dibutuhkan umat saat ini bukan hanya motivasi, tetapi juga kesadaran tentang apa yang terjadi dan arah langkah yang harus diambil.
Dengan penuh hikmah, Ustadz Fathurrahman mencontohkan pentingnya kebijaksanaan dalam berdakwah, mengingatkan para muballigh agar tidak terbawa arus dalam situasi yang gaduh. Sebagai penutup, beliau menyampaikan kisah inspiratif tentang Ibn Taymiyyah yang memperlihatkan kebijaksanaan luar biasa dalam menghadapi tantangan di masa lalu, menjadi pelajaran bagi kita semua hari ini.
Ini merupakan sedikit dari rangkuman cermah Ustadz Fathurrahman Kamal pada Kajian Bulanan Muhammadiyah Yogyakarta, 07 Maret 2018