Kasihan, Bantul, TABLIG.ID – Pada tanggal 11 Oktober 2024, Ustadz Fathurrahman Kamal memberikan sambutan dalam acara pembukaan PM3Nas (Pelatihan Muballigh Mahasiswa Muhammadiyah Nasional) yang diadakan di Gedung Tabligh Institute Muhammadiyah, Kasihan, Bantul. Dalam sambutannya, Ustadz Fathurrahman menekankan pentingnya membahas spiritualitas generasi pos-milenial atau Gen-Z di era digital saat ini.
Ustadz Fathurrahman mencoba memaparkan hasil survei (www.pewforum.org) yang menyodorkan jawaban atas pertanyaan tersebut dan mendapati perasaan campur aduk. “Sulit menafikan rasa gembira, sekaligus berduka atas fakta angka-angka yang disodorkan. Sedih, ternyata masyarakat dunia saat ini, di pelbagai belahan bumi, banyak yang berpandangan bahwa Tuhan dan agama sudah tidak penting bagi kehidupan,” ungkapnya.
Akan tetapi Ustadz Fathurrahman masih merasakan kegembiraan karena menurutnya mayoritas bangsa Indonesia masih percaya bahwa Tuhan dan agama sangat penting bagi kehidupan. “Angkanya lumayan tinggi, 93%. Artinya, yang anti-Tuhan, atau sebutlah yang religio-phobia, tak lebih dari 7 persen. Termasuk dalam barisan ini kelompok Islamophobia,” paparnya.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya menurut Ustadz Fathurrahman Kamal adalah Lalu bagaimana dengan generasi saat ini? khususnya Gen-Z, atau kita sebut saja “generasi pos/pasca milenial”. Mereka generasi yang secara natural lahir dalam dunia yang seba digital “internet of things” (IoT). Mereka lahir pada realitas dunia yang samasekali baru (native digital generation); dari hal-hal yang bersifat instrumental sampai pada nilai dan pandangan hidup yang tak sama dengan generasi sebelumnya (baby boomers, termasuk Gen-X).
Dengan realitas seperti ini, Ustadz Fathurrahman Kamal memaparkan sebuah Riset yang mengejutkan bahwa setelah Kristen dan Islam, Agnostisme menjadi pandangan yang sangat digemari dan dianut, khususnya oleh generasi posmilenial saat ini, karena mereka berpandangan bahwa agama tidak begitu penting bagi manusia dan kehidupan saat ini.
“Mereka beranggapan bahwa agama gagal memberikan jawaban rasional atas banyak persoalan yang mereka hadapi. Selain itu, mereka meyakini bahwa revolusi teknologi informasi jauh lebih berguna dan memudahkan bagi segala hajat hidup yang mereka jalani. hal inilah yang membuat keterikatan dan ketergantungan mereka kepada Tuhan sangat rendah,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Budi Mulia ini.
Artinya Generasi Z, menurut Ustadz Fathurrahman Kamal, lebih percaya pada nilai-nilai kehidupan rasional yang dianggap universal ketimbang nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari agama (wahyu). Mereka menjadi “religius” atau “shalih” tanpa beragama dan tidak suka pada aturan-aturan agama yang dianggap sangat rigid dan tidak fleksibel dengan kesukaan-kesukaan mereka di zaman sekarang. Akibatnya menurut Ustadz Fathurrahman Kamal Gen-Z menjadi lebih permisif dan kurang peduli dengan persoalan-persoalan moral.

Untuk itu, Ustadz Fathurrahman Kamal menegaskan bahwa dengan segala dinamika Gen-Z tersebut, sesungguhnya mereka sangat membutuhkan dakwah dan pendampingan yang relevan dengan realitas dan dunia nyata yang mereka hadapi; bukan dengan pendekatan dan perspektif lama yang normatif, apalagi dogmatis.
“Para da’i khususnya ditantang untuk menghadirkan Islam bukan semata sebagai dogma kaku yang rigid; namun sebagai pandangan hidup yang menghadirkan pencerahan dan kebahagiaan sejati,” tambahnya.
Para da’i juga dituntut untuk menghadirkan spiritualitas yang bukan semata-mata berorientasi pada “spiritual happiness” yang artifisial, tetapi sebuah alam dan bangunan “ruhaniyah” yang holistik; mencerdaskan akal, mendamaikan batin, serta membugarkan raga. “Intinya, mari kita arus-utamakan pendekatan dakwah yang berbasis pada ‘hikmah’ dalam makna kongkret ‘bil mahabbah war rahmah,’” tutupnya.