web stats
Home » Menggali Universalitas Al-Quran:  Perspektif Linguistik Arab

Menggali Universalitas Al-Quran:  Perspektif Linguistik Arab

by Indra Jaya Sutan Bandaro
0 comment

Buya Talqis Nurdianto, Lc., MA., P.h.D (Ketua Bidang Pemberdayaan Korp Muballigh dan Kemasjidan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)

Al-Quranul Karim, kitab suci yang diturunkan bukan hanya untuk kaum Muslimin, melainkan bagi seluruh umat manusia sebagai petunjuk kehidupan, menjadi cahaya yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas lebih jauh tentang universalitas Al-Quran dari sudut pandang linguistik, khususnya linguistik Arab. Fokus pada aspek ini penting karena memahami bahasa asli Al-Quran mengungkap kedalaman dan keindahannya yang mungkin sulit dicapai jika kita mencoba memaknainya dengan kaidah linguistik lain.

Al-Quran sering kali disalahpahami ketika dianalisis dengan perspektif linguistik non-Arab. Ketika kita menggunakan aturan bahasa lain, ketidakselarasan dengan kaidah Arab yang mendalam dapat menyebabkan kesalahpahaman atau bahkan kesimpulan yang keliru. Misalnya, beberapa ahli mencoba mengaplikasikan struktur linguistik bahasa asing untuk menganalisis Al-Quran, tetapi justru menemukan hasil yang bertentangan dengan pesan aslinya. Hal ini menciptakan justifikasi yang salah, di mana Al-Quran dianggap tidak akurat atau bertentangan, hanya karena alat analisis yang dipakai tidak sesuai.

Keindahan dan Martabat dalam Pilihan Bahasa

Keindahan Al-Quran tidak hanya terletak pada isinya, tetapi juga pada pilihan katanya yang mengandung makna mendalam. Dari perspektif linguistik Arab, setiap istilah yang digunakan memiliki nilai estetik dan makna yang kompleks. Contohnya, kata “nahnu” yang berarti “kami” digunakan oleh Allah dalam beberapa ayat. Dalam konteks ini, kata “kami” tidak bermakna kuantitas, tetapi lebih mencerminkan martabat dan keagungan Allah. Ini adalah salah satu keunikan linguistik Arab yang tidak terdapat dalam banyak bahasa lain, yang berpotensi menciptakan kesalahpahaman jika tidak dipahami dengan baik.

Ketika Allah berfirman dengan kata “nahnu,” seperti dalam ungkapan “Nahnu nazalna” (Kami yang menurunkannya), ini mencerminkan kebesaran-Nya, bukan merujuk pada bilangan atau pluralitas. Penggunaan bahasa yang sedemikian tinggi menunjukkan betapa dalamnya makna di balik setiap kata dalam Al-Quran, dan karenanya pemahaman yang mendalam terhadap bahasa Arab menjadi penting.

Universalitas Al-Quran yang Tak Terbantahkan

Al-Quran bersifat universal dalam banyak aspeknya, termasuk hukum-hukumnya yang relevan sepanjang masa dan tidak berubah berdasarkan tempat atau waktu. Ketauhidan, sebagai inti ajaran Al-Quran, tetap tidak berubah. Dari zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW, semua nabi membawa pesan tauhid, yaitu mengesakan Allah. Ajaran-ajaran ini berlaku sama untuk semua generasi tanpa terkecuali.

Dalam Al-Quran, hanya tiga makhluk yang dianggap berakal: manusia, malaikat, dan jin. Ini adalah aspek lain yang memperlihatkan universalitas Al-Quran karena petunjuknya tidak terbatas pada manusia saja, tetapi juga meliputi jin sebagai bagian dari makhluk yang juga menerima seruan iman. Pemahaman ini krusial untuk menafsirkan berbagai ayat yang mengandung seruan kepada semua makhluk, termasuk jin.

Tantangan Abadi Al-Quran: Bukti Kebenarannya

Al-Quran menantang seluruh makhluk untuk menandingi kemukjizatan bahasanya. Tantangan ini tidak hanya ditujukan kepada manusia tetapi juga kepada jin. Dalam Surah Hud dan Surah Al-Isra ayat 88, Allah menantang seluruh makhluk untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Quran, dengan semua keindahan bahasa dan kedalaman maknanya. Bahkan, ketika semua manusia dan jin bersatu untuk menyaingi Al-Quran, tidak akan ada yang mampu mencapainya.

Sejarah telah mencatat beberapa orang yang mencoba meniru Al-Quran. Salah satu contohnya adalah Musailamah Al-Kadzab, seorang yang mengaku sebagai nabi dan menciptakan surah yang ia sebut “Al-Difda” (Kata untuk kodok). Karya ini tidak mendapat pengakuan karena kualitas bahasanya yang sangat rendah. Sastrawan Arab klasik, seperti Walid Al-Mir, mengkritiknya dengan keras, menunjukkan bahwa orang Arab sendiri memahami kualitas bahasa Al-Quran yang tak tertandingi.

Tantangan ini berlanjut hingga sekarang, tidak ada yang bisa menduplikasi atau menandingi Al-Quran. Allah kemudian menyederhanakan tantangan ini dalam Surah Hud ayat 13, dengan hanya meminta manusia mendatangkan sepuluh surah yang serupa. Tidak ada yang berhasil. Allah lalu menurunkan tantangan tersebut menjadi satu surah saja dalam Surah Al-Baqarah ayat 23. Namun, tetap saja, hingga kini belum ada yang dapat membuat surah yang sebanding dengan Al-Quran.

Relevansi Al-Quran Melintasi Zaman dan Golongan

Al-Quran membahas tema-tema duniawi dan ukhrawi yang bersifat abadi. Dalam Surah Al-Ahzab ayat 21, Allah menyatakan bahwa pada diri Rasulullah terdapat “uswatun hasanah,” atau teladan yang baik. Ayat ini menunjukkan bahwa teladan Rasulullah SAW relevan bagi siapa saja, tidak terbatas pada kaum Muslimin. Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Quran juga dapat menjadi panduan bagi mereka yang mencari kebenaran meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.

Fitrah manusia menurut Al-Quran adalah monoteisme. Dalam Surah Al-A’raf ayat 172, disebutkan bahwa sebelum lahir, setiap manusia sudah mengakui keesaan Allah. Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah atau suci. Artinya, semua manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk bertauhid kepada Allah.

Ayat-ayat yang ditujukan untuk seluruh manusia sering kali dimulai dengan frasa “ya ayyuhannas,” yang artinya “Wahai manusia.” Ajakan ini mencerminkan bahwa ajaran Al-Quran tidak hanya untuk orang beriman tetapi terbuka untuk semua. Bahkan, beberapa ayat menyerukan kepada jin untuk mengikuti kebenaran. Dalam Surah Al-Mulk, misalnya, jin yang mendustakan Allah diingatkan bahwa mereka juga akan bertanggung jawab di hadapan-Nya. Ini menunjukkan bahwa seruan Al-Quran berlaku universal.

Pesan Al-Quran: Petunjuk yang Berlaku di Setiap Zaman

Al-Quran memberikan perintah-perintah iman dan hukum-hukum kehidupan yang berlaku bagi seluruh makhluk. Contohnya, perintah untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik, yang ditujukan kepada semua manusia. Ini adalah salah satu bukti bahwa Al-Quran mengandung hukum-hukum yang bersifat umum dan dapat diimplementasikan di berbagai situasi dan kondisi, tanpa terikat waktu dan tempat.

Sebagai penutup, kita hendaknya memahami Al-Quran sebagai kitab yang menyatukan umat manusia dalam kebenaran yang abadi. Setiap kata, ayat, dan surah dalam Al-Quran mengandung pesan yang mendalam, yang dapat menjadi sumber petunjuk hidup bagi siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah. Semoga kita senantiasa diberi kesempatan untuk mengambil hikmah dari Al-Quran, mendalami makna-maknanya, dan menjadikannya petunjuk dalam kehidupan kita. Allahu Akbar, semoga Al-Quran menjadi pelita dalam perjalanan kita menuju kebaikan yang hakiki.

Tulisan ini diolah melalui Kajian Ramadan Public Lecture [Ahad, 17 Maret 2024 di Masjid Kampus UGM

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00