TABLIGH.ID Demak – Dalam suasana khidmat di Masjid Jami’ Al Manar Kenduren, Wedung-Demak, Jumat (27/9), K.H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I. mengajak jamaah merenungkan hakikat amal dan rahmat Allah melalui tausiyah bertema “Membumikan Islam Berkemajuan & Mencerahkan Umat.” Tausiyah yang penuh hikmah ini menggugah hati untuk menyadari bahwa amal manusia, sebaik apa pun, tidak menjamin surga tanpa rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Surga dan neraka bergantung sepenuhnya pada rahmat Allah, bukan semata-mata pada amal kita,” tegasnya. Beliau mengingatkan kisah seorang sahabat yang tampak heroik dalam peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Meskipun ia terlihat gagah dan berhasil membunuh banyak musuh, Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni neraka karena tindakannya tidak didasari keikhlasan.
Pesan ini menggarisbawahi pentingnya keikhlasan dalam setiap amal. Rasulullah bersabda: “Innamal a’malu bil khawatim,” yang artinya amalan dinilai dari akhirnya. K.H. Fathurrahman mengajak jamaah untuk senantiasa berdoa, “Allahumma inna nas’aluka husnal khatimah”—agar Allah menganugerahkan akhir yang baik dalam hidup.
Dalam tausiyahnya, beliau juga menyampaikan bahwa sekecil apa pun amal kebaikan, jika didasari niat yang tulus, dapat menjadi jalan menuju surga. Rasulullah pernah menceritakan tentang seorang pezina yang masuk surga hanya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan. Sebaliknya, tiga golongan manusia—mujahid, alim, dan dermawan—yang amalannya tampak besar justru menjadi penghuni neraka karena niat yang salah.
“Semoga kita semua diberi keikhlasan dalam setiap amal. Karena tidak ada yang dapat membanggakan amalannya di hadapan Allah,” ucapnya penuh harap.
Beliau juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi umat Islam saat ini, terutama generasi muda yang semakin jauh dari agama. Di Jepang, misalnya, robot mulai menggantikan peran pendeta di kuil, dan fenomena pernikahan dengan boneka menunjukkan degradasi nilai-nilai spiritual.
“Di era modern ini, teknologi sering membuat kita merasa cukup tanpa bergantung kepada Allah. Padahal, manusia yang tidak lagi bergantung kepada Tuhannya berada dalam kerugian besar,” ujarnya dengan keprihatinan.
Munculnya aliran seperti agnostikisme di kalangan generasi muda menjadi bukti nyata betapa mendesaknya upaya mengembalikan nilai-nilai tauhid dalam kehidupan.
K.H. Fathurrahman juga membagikan pengalaman menyentuh, di mana seorang ibu yang kehilangan anak akibat HIV bertanya tentang harapan anaknya mendapatkan rahmat Allah. Dengan penuh kelembutan, beliau menjelaskan pentingnya berbaik sangka kepada Allah, seraya mengingatkan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima taubat.
“Siapa yang bisa menolak jika Allah mengabulkan taubat seorang hamba? Tugas kita adalah menyebut kebaikannya dan berharap kepada rahmat Allah,” katanya.
Tausiyah ini diakhiri dengan pesan reflektif bahwa kemajuan tanpa tauhid hanyalah kesia-siaan. “Semakin maju kita, seharusnya semakin kuat tauhid kita. Jika kemajuan tidak dibarengi dengan tauhid, itu hanyalah omong kosong,” tutupnya
Melalui tausiyah ini, K.H. Fathurrahman mengajak umat Islam untuk selalu memperkuat dzikrullah, keikhlasan, dan tauhid dalam setiap langkah kehidupan. Karena hanya dengan rahmat-Nya, surga dapat diraih.