PERTANYAAN
Fatwa Agama pada SM No. 03, Th. ke-83, 1-15 Februari 1998, atas pertanyaan Bapak Zainal Abidin, NBM. 782824 tentang boleh tidaknya shalat Jum’at dijamak dengan ‘Asar, pengasuh rubrik Fatwa Agama menjawab bisa dijamak. Tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut, apakah jamak taqdim atau jamak ta’khir. Apabila jamak ta’khir apakah bisa, karena shalat Jum’at itu dikerjakan pada waktu Zuhur dan diikuti khutbah Jum’ah. Untuk itu mohon segera dijelaskan lebih lanjut agar jamaah segera mengetahui.
Saudara Muh. Anshori, NBM. 797833, d.a. H. Darji, Dusun Telogorini 323, Tamandang, Tuban
JAWABAN
Saudara Muh. Anshori, kami termasuk yang berpendapat bahwa musafir wajib Jum’at. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah dalam Surat al-Jumu’ah ayat 9:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Menurut ayat ini setiap mukmin baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, sehat ataupun sakit, muqim atau musafir adalah wajib melakukan shalat Jum’at. Tetapi kemudian oleh hadis Nabi saw kewajiban melakukan shalat Jum’at itu dikecualikan empat golongan/orang:
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ [رواه أبو داود والحاكم]
Artinya: “Shalat Jum’at itu suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah, kecuali empat orang/golongan, yaitu: hamba sahaya, orang perempuan, anak-anak dan orang sakit.”[HR. Abu Daud dan al-Hakim]
Menurut an-Nawawi hadis ini sanadnya sahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim. Menurut al-Hafiz bahwa yang mensahihkan hadis ini bukan hanya seorang. Dalam hadis di atas yang dikecualikan dari kewajiban melakukan shalat Jum’at itu ada empat orang, dan tidak masuk di dalamnya musafir, orang yang sedang bepergian. Dengan demikian, musafir tetap berkewajiban melakukan shalat Jum’at.
Selanjutnya apabila sedang musafir, apakah shalat Jum’at bisa dijamak, dalam hal ini dengan shalat Asar, dalam SM No. 03. 1-15 Februari 1998, sudah dijelaskan bahwa orang yang sedang bepergian, menjamak shalat Jum’at dengan shalat Asar dibolehkan. Hal ini didasarkan kepada keumuman dalil tentang menjamak shalat bagi yang sedang bepergian, yaitu hadis Muslim dari Anas, hadis Ahmad dari Kuraib dan Ibnu Abbas, yang menjelaskan bahwa Nabi saw apabila akan atau sedang bepergian, beliau melakukan shalat dengan dijamak. Secara implisit dalam hadis tersebut termasuk juga bolehnya menjamak shalat Jum’at dengan shalat ‘Asar.
Setelah diketahui bolehnya menjamak shalat Jum’at dengan shalat Asar, persoalan selanjutnya adalah apakah dilakukan secara jamak taqdim atau jamak ta’khir? Mengenai hal ini kami belum menemukan dalilnya secara khusus. Akan tetapi persoalan ini dapat didekati antara lain dari kapan waktu melakukan shalat Jum’at itu. Mengenai hal ini ada beberapa hadis yang menerangkannya:
- Hadis riwayat Ahmad, al-Bukhari, Abu Daud, at-Turmuzi dan al-Baihaqi dari Anas:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ [رواه أحمد والبخاري وأبو داود والترمذي والبيهقي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Adalah Rasulullah saw bersembahyang Jum’at bersama kami tatkala matahari tergelincir.”
- Hadis riwayat Ahmad, al-Bukhari dan Muslim dari Salamah bin al-Akwa’ menyebutkan:
قَالَ سَلَمَةُ بْنُ اْلأَكْوَعَ كُنَّا نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعَةَ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَتَّبِعُ اْلفَيْءَ [رواه أحمد والبخاري ومسلم وابن أبي شيبة]
Artinya: “Telah berkata Salamah bin al-Akwa’ bahwasanya kami bersembahyang Jum’at bersama Rasulullah saw apabila matahari telah tergelincir dan kami kembali pulang dengan mengikuti bayangan kami.”
As-Sayyid Sabiq menukilkan pendapatnya al-Bukhari bahwa waktu shalat Jum’at itu apabila matahari telah tergelincir. Demikian juga menurut as-Sayyid Sabiq bahwa imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa Nabi saw, Abu Bakar, Umar, Usman dan para imam sesudah mereka melakukan shalat Jum’at sesudah matahari tergelincir.
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa shalat Jum’at itu dilakukan sesudah matahari tergelincir atau pada waktu shalat Zuhur. Tidak didapati satu riwayatpun yang menyebutkan bahwa shalat Jum’at dilakukan pada waktu Asar.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa berkaitan dengan menjamak shalat Jum’at bagi yang sedang bepergian, ada dua dalil, yang pertama bersifat umum yaitu kebolehan melakukan shalat secara jamak ketika safar, termasuk di dalamnya kebolehan melakukan shalat Jum’at dengan dijamak. Yang kedua dalil yang bersifat khusus, yaitu bahwa waktu shalat Jum’at itu pada waktu shalat Zuhur, baik dilakukan ketika dalam keadaan muqim maupun safar. Oleh karena itu dalil yang umum kita tempatkan pada keumumannya dan dalil yang khusus kita tempatkan pada kekhususannya. Dengan demikian shalat Jum’at yang dilakukan ketika safar tetap dilakukan pada waktu Zuhur, apabila mau dijamak, maka shalat Asarlah yang ditarik kepada shalat Jum’at. Dengan kata lain, shalat Jum’at jamak dengan Asar pada waktu safar hanya bisa dilakukan secara jamak taqdim, tidak secara jamak ta’khir. Wallahu a’lam.
Fatwa Tarjih, 09 Tahun 1999