Oleh: K.H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I.
Al-Qur’an sering mengingatkan kita tentang bahaya nalar apologetik-hipokrit, yaitu cara berpikir yang penuh pembenaran diri dan sikap munafik dalam perjuangan, seperti yang pernah terjadi di masa Rasulullah ﷺ.
Nalar apologetik-hipokrit adalah sikap membela diri secara berlebihan atas tindakan yang salah, dengan alasan-alasan yang dibuat-buat. Sedangkan, sifat hipokrit menunjukkan perilaku ganda, tidak sesuai dengan nilai-nilai baik yang sering diucapkan.
Dalam sejarah Islam, Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa penting. Perang ini menjadi misi militer terakhir yang dipimpin oleh Rasulullah ﷺ. Namun, kondisinya sangat sulit: logistik terbatas, sedang musim paceklik, jarak tempuh sangat jauh (sekitar 778 kilometer dari Madinah), dan cuaca musim panas yang sangat terik pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah. Karena itu, Rasulullah ﷺ menyebut pasukan ini sebagai “Jaisyul ‘Usrah” (جَيْشُ ٱلْعُسْرَةِ), yang artinya “pasukan penuh kesulitan”. Beliau memotivasi sahabat dengan sabda:
“مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ ٱلْعُسْرَةِ فَلَهُ ٱلْجَنَّةُ”
“Barangsiapa yang membantu menyiapkan logistik untuk pasukan ‘Usrah, maka baginya surga.”
— (HR. Bukhari)
Situasi ini menjadi ujian besar untuk membedakan antara pejuang sejati dan orang-orang munafik. Pejuang sejati berjuang tanpa banyak alasan, sedangkan orang munafik justru mencari pembenaran atas sikap malas dan oportunis mereka. Mereka bahkan tidak segan berdusta atas nama Allah. Munafik seperti ini ibarat duri beracun di tengah perjuangan umat, tetapi sebenarnya mereka sedang merugikan diri sendiri.
Allah menjelaskan sifat mereka dalam QS. At-Taubah: 42:
لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَّٱتَّبَعُوكَ وَلَٰكِنۢ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ ٱلشُّقَّةُ ۚ وَسَيَحْلِفُونَ بِٱللَّهِ لَوِ ٱسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنفُسَهُمْ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَٰذِبُونَ
“Kalau yang engkau serukan itu keuntungan yang mudah didapat dan perjalanan yang dekat, pastilah mereka akan mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju terasa sangat jauh bagi mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: ‘Kalau kami sanggup, pasti kami berangkat bersamamu.’ Mereka membinasakan diri sendiri, dan Allah mengetahui bahwa mereka benar-benar berdusta.”
Kisah ini menjadi pengingat bahwa perjuangan sejati membutuhkan keikhlasan dan pengorbanan. Sifat munafik hanya akan membawa kehancuran bagi diri sendiri. Semoga kita terhindar dari sifat ini dan menjadi bagian dari pejuang yang tulus di jalan Allah.
sumber foto: https://kemenag.go.id/islam/khutbah-jumat-ciri-orang-munafik-dan-balasannya-xINHg