قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ قَالَ فَالْحَقُّۖ وَالْحَقَّ اَقُوْلُۚ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ اَجْمَعِيْنَ قُلْ مَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُتَكَلِّفِيْنَ
(Iblis) berkata, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali, hamba-hamba-Mu yang terpilih (karena keikhlasannya) di antara mereka.Arti ungkapan hamba yang terpilih adalah orang-orang yang telah diberi taufik untuk menaati segala petunjuk dan perintah Allah Swt. (Allah) berfirman, “Maka, yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan. Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam denganmu dan orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku) dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mengada-ada.
Surah Sad dari ayat 82 hingga ayat 86. Rangkaian ayat ini memiliki pesan mendalam yang sangat penting untuk kita pahami dan terapkan dalam kehidupan. Dalam perjalanan hidup, kita tidak akan terlepas dari ujian, tantangan, godaan, dan cobaan. Bahkan, salah satu tantangan terbesar dalam hidup adalah kemampuan kita untuk mengendalikan hawa nafsu demi menepis berbagai macam provokasi yang disampaikan oleh setan.
Deklarasi pertama setan sebelum kakek moyang kita, Nabi Adam ‘alaihis salam, diturunkan ke bumi adalah tekadnya untuk mengganggu seluruh anak cucu keturunan Nabi Adam hingga akhir zaman. Hal ini tertuang dalam Surah Sad ayat 82, di mana iblis berkata:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.'”
Pernyataan ini menunjukkan tekad yang sangat kuat. Dalam bahasa Arab, penguatan ini ditunjukkan dengan penggunaan lam taukid dan nun taukid tsaqilah. Keduanya digunakan untuk menekankan kesungguhan atau kepastian suatu pernyataan. Artinya, energi dan perhatian iblis sepenuhnya diarahkan untuk menggoda manusia agar keluar dari jalan kebenaran.
Namun, menariknya, pada ayat berikutnya, yaitu ayat 83, Allah memberikan rahmat kepada manusia berupa alat penangkal yang berasal dari pengakuan iblis itu sendiri. Dalam ayat tersebut, Allah berfirman:
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.”
Hamba-hamba yang disebut sebagai mukhlas ini adalah golongan yang telah dianugerahi keikhlasan oleh Allah, sehingga mereka tidak dapat ditembus oleh godaan setan. Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan seseorang dengan Allah menjadi benteng yang kokoh terhadap segala godaan dan provokasi dari setan.
Jika kita melihat kaitannya dengan Surah Al-Hijr ayat 40, pernyataan serupa juga disampaikan oleh iblis:
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.”
Iblis mengakui bahwa ia akan menggoda manusia dari segala arah—depan, belakang, kanan, dan kiri. Namun, ia juga mengakui kelemahannya terhadap hamba-hamba Allah yang mukhlas. Artinya, manusia yang ikhlas sepenuhnya kepada Allah akan mendapatkan perlindungan khusus dari-Nya, sehingga setan tidak dapat memengaruhi mereka.
Perlu dipahami bahwa mukhlas berbeda dengan mukhlis. Mukhlis adalah orang yang berusaha ikhlas, sementara mukhlas adalah orang yang telah mendapatkan anugerah keikhlasan dari Allah. Mukhlas adalah status tertinggi yang hanya dapat dicapai melalui latihan terus-menerus dalam ibadah dan pengabdian kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an, mukhlas sering dikaitkan dengan kata ibadah. Contohnya terdapat dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama.”
Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah tidak hanya terbatas pada ritual tertentu, seperti salat atau puasa, tetapi juga mencakup seluruh aktivitas kehidupan yang diniatkan untuk mencari keridaan Allah. Dalam kehidupan rumah tangga, misalnya, menjadi suami, istri, atau anak yang ikhlas adalah bentuk ibadah. Begitu pula dalam mendidik anak, jika tujuannya adalah untuk mendekatkan mereka kepada Allah, maka hal itu menjadi ibadah.
Sebagai contoh, ketika kita menyekolahkan anak, niatnya haruslah untuk mencari keridaan Allah. Maka, penting bagi kita untuk memilih sekolah yang tidak hanya mengajarkan ilmu dunia, tetapi juga memberikan fasilitas untuk mendekatkan anak kepada Allah, seperti mengajarkan salat, membaca Al-Qur’an, dan nilai-nilai keislaman lainnya. Jika hal ini diabaikan, maka niat ibadah kita menjadi tidak sempurna.
Hal ini juga berlaku dalam evaluasi diri setelah salat berjamaah. Keberhasilan salat bukan hanya diukur dari kesempurnaan rukunnya, tetapi juga dari perubahan perilaku setelah salat. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Ankabut ayat 45:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”
Ketika kita merasakan kedekatan dengan Allah, semua musibah atau ujian hidup akan terasa lebih ringan. Kita yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari ketetapan Allah yang penuh hikmah. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Insyirah ayat 6:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Pada rakaat kedua, imam membaca Surah Al-Asr, yang merupakan salah satu surah favorit selain An-Nas. Surah ini mengingatkan kita akan pentingnya waktu dan bagaimana kita seharusnya memanfaatkannya untuk amal saleh, memperbaiki diri, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Kesimpulannya, hidup ini adalah perjalanan panjang yang penuh ujian, tetapi Allah telah memberikan jalan keluar melalui ibadah dan keikhlasan. Sebesar apa pun dosa yang pernah kita lakukan, pintu tobat selalu terbuka. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Az-Zumar ayat 53:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah.'”
Tobat bukan hanya bentuk ketaatan, tetapi juga amal saleh yang berpahala. Jika kita memahami hal ini, kita akan lebih mudah untuk terus berupaya mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan.