YOGYAKARTA, TABLGH.ID-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si., menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya Islam Berkemajuan sebagai fondasi peradaban modern. Dalam sambutannya pada acara Peresmian Masjid Al Musannif 50 Tabligh Institute Muhammadiyah di Kasihan, Bantul, pada 19 Januari 2025, beliau menegaskan bahwa Islam tidak hanya menjadi agama spiritual tetapi juga menghadirkan nilai-nilai progresif yang membangun peradaban.
“Islam adalah dīn al-ḥadārah—agama peradaban. Namun, dalam sejarahnya, penerjemahan nilai-nilai Islam kerap terbatas pada purifikasi dan tajdīd (pembaruan) yang kurang progresif. Muhammadiyah hadir menyempurnakan konsep ini dengan menambahkan dimensi iṣlāḥ (reformasi) dan dinamisasi,” ujar Prof. Haedar.
Ia menekankan bahwa Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah adalah Islam yang praktis—membebaskan, memberdayakan, dan memajukan. Konsep ini terinspirasi dari nilai-nilai Al-Qur’an, seperti yang tercermin dalam surah Ali Imran ayat 110, serta dimaknai oleh tokoh seperti Kuntowijoyo melalui pendekatan humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Muhammadiyah, menurut Prof. Haedar, menjadi representasi gerakan Islam modern yang berbeda dari modernitas Barat. Jika modernitas Barat, sejak era Renaissance hingga Aufklärung (Pencerahan), berusaha memisahkan agama dari kehidupan, Muhammadiyah justru memadukan nilai-nilai agama dengan kemajuan sains, teknologi, dan pendidikan.
Kontribusi Muhammadiyah dalam Peradaban
Gerakan Muhammadiyah telah membuktikan keberhasilannya melalui amal usaha yang berorientasi pada kemajuan umat. Lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, dan berbagai institusi sosial lainnya menjadi bukti nyata dari visi ini. Konsep Al-Ma’un dan Al-Ashr menjadi dasar kuat dalam membangun amal usaha yang tidak hanya menyentuh ranah ibadah tetapi juga pemberdayaan sosial.
“Aisyiyah, sebagai sayap perempuan Muhammadiyah, juga memainkan peran penting dalam pemberdayaan perempuan. Tidak dengan pendekatan feminisme liberal, tetapi dengan landasan iman, takwa, dan akhlak mulia. Perempuan di Muhammadiyah diakui perannya di ranah publik sebagai pengajar, pemimpin, dan penggerak masyarakat,” lanjutnya.
Prof. Haedar juga merefleksikan sejarah panjang kejayaan Islam yang pernah memimpin dunia dari masa Nabi Muhammad SAW hingga era kekhalifahan. Namun, kejayaan itu kini sering hanya menjadi narasi sejarah tanpa daya transformasi yang nyata. Muhammadiyah hadir untuk menghidupkan kembali semangat tersebut, menjadikan Islam sebagai kekuatan progresif yang membangun peradaban.
Tantangan dan Semangat Kolaborasi
Meskipun telah mencapai banyak kemajuan, Muhammadiyah tetap menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam membangun amal usaha di daerah-daerah terpencil. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) dan Universitas Muhammadiyah Ambon menjadi contoh konkret dari upaya ini.
“Realitas umat Islam di Indonesia masih penuh tantangan. Banyak yang hidup dalam kemiskinan di kawasan marginal. Muhammadiyah mencoba menjangkau mereka, meskipun keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama,” ungkapnya.
Namun, Prof. Haedar mengajak semua pihak untuk tetap optimistis dan berkolaborasi. “Keterbatasan tidak boleh menyurutkan langkah. Dengan jiwa irfani—optimisme, ketangguhan, dan progresivitas—kita bisa terus melangkah maju,” tegasnya.
Sebagai penutup, Prof. Haedar menyampaikan harapannya agar generasi muda Muhammadiyah dapat melanjutkan perjuangan ini dengan semangat yang sama. “Muhammadiyah tidak bergantung pada individu, tetapi pada sistem yang kokoh. Dengan kolaborasi dan penyederhanaan, kita akan terus menjadi roda perubahan yang melaju tanpa henti,” pungkasnya.
Prof. Haedar Nashir: Islam Berkemajuan sebagai Fondasi Peradaban Modern
69