YOGYAKARTA, TABLIGH.ID- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si., dalam sambutannya pada acara Peresmian Masjid Al Musannif 50 Tabligh Institute Muhammadiyah pada 19 Januari 2025, menyampaikan bahwa gerakan Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada masa kini, tetapi juga menyongsong masa depan dengan penuh optimisme. Menurutnya, paradigma tabligh memiliki peran strategis sebagai gerakan yang mencerahkan, mencerdaskan, dan memajukan kehidupan umat melalui pendekatan agama yang relevan dengan perkembangan zaman.
Prof. Haedar menegaskan bahwa tabligh bukan hanya alat untuk menyampaikan dakwah, tetapi juga menjadi motor perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat. Kepemimpinan dakwah di era modern, lanjutnya, harus mampu membaca serta memenuhi kebutuhan spiritual, intelektual, dan sosial masyarakat. Ia mencontohkan sosok seperti Ustaz Adi, yang memiliki jutaan pengikut, sebagai figur yang berhasil menjawab tantangan zaman melalui pendekatan dakwah yang inspiratif.
Oleh karena itu, Muhammadiyah perlu menerjemahkan nilai-nilai dakwah ke dalam pendekatan yang lebih relevan, seperti dakwah kultural dan dakwah komunitas, agar dapat menjangkau lebih banyak kalangan. Tantangan lain yang harus dihadapi adalah dominasi media sosial, yang membutuhkan strategi dakwah kreatif untuk tetap relevan. Kehadiran masjid, tabligh institute, hingga kafe-kafe dianggap sebagai bagian dari upaya Muhammadiyah untuk menyesuaikan diri dengan dinamika zaman.
Prof. Haedar juga mengingatkan bahwa generasi milenial, generasi Z, dan generasi alfa yang jumlahnya mencapai 74 juta di Indonesia memerlukan santunan rohani. Ia mengungkapkan keprihatinan bahwa sebagian dari mereka mulai meragukan agama, bahkan mempertanyakan relevansinya dalam kehidupan modern. Dalam hal ini, Muhammadiyah diharapkan hadir sebagai penjelas nilai-nilai agama yang membumi dan menjawab kegelisahan generasi muda.
Seiring dengan perubahan spektrum dan realitas kehidupan, Prof. Haedar menekankan perlunya orientasi dakwah Muhammadiyah beralih dari dakwah lil-mu’arabah (dakwah untuk perdebatan) menjadi dakwah lil-mu’ājahah (dakwah yang menyentuh hati). Dakwah yang dilakukan harus mengedepankan bil-ḥikmah (kebijaksanaan) dan mau’iẓah ḥasanah (nasihat yang baik), bukan vonis atau kecaman yang justru dapat menjauhkan masyarakat dari agama.
Kehadiran dakwah Muhammadiyah yang menyentuh hati dan relevan, menurut Prof. Haedar, adalah proyek masa depan yang sangat strategis. Dengan pendekatan yang tepat, gerakan tabligh diharapkan menjadi amal jariyah yang terus berkelanjutan bagi umat dan bangsa. Ia menutup sambutannya dengan harapan bahwa upaya ini selalu mendapatkan ridha Allah SWT dan membawa manfaat besar bagi seluruh masyarakat.
Prof. Haedar Nashir Tegaskan Paradigma Tabligh Muhammadiyah untuk Masa Depan Cerah
180