Kasihan, Bantul – Suasana khidmat menyelimuti Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebudayaan (Pusdiklatbud) Tabligh Institute Muhammadiyah di Kasihan, Bantul, saat Pelatihan Instruktur Muballigh Muhammadiyah Nasional (PIMMNAS) Batch 2 berlangsung pada 19 Februari 2025. Kegiatan ini menghadirkan Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Adi Hidayat, Lc., M.A., Ph.D., sebagai narasumber utama yang membahas mengenai profil ideal seorang muballigh Muhammadiyah.
Dalam pemaparannya, Dr. Adi Hidayat menegaskan bahwa seorang muballigh Muhammadiyah harus memiliki karakteristik yang khas, yang tidak hanya berlandaskan ilmu agama, tetapi juga mengakar pada nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah. Dakwah bukan hanya sekadar menyampaikan ilmu, melainkan membangun peradaban yang berbasis tauhid dan akhlak mulia. Seorang muballigh dituntut untuk memiliki kedalaman ilmu serta kemampuan komunikasi yang baik agar pesan dakwah tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga transformatif.
Lebih lanjut, Dr. Adi Hidayat mengupas pentingnya pendekatan linguistik dalam dakwah. Ia menyoroti makna di balik nama “Muhammad,” yang berasal dari akar kata “hamd” (pujian), serta bentuk turunan lainnya seperti “Mahmud” dan “Ahmad.” Dari perspektif kebahasaan, hal ini menegaskan bahwa kemuliaan Rasulullah SAW bukan hanya terletak pada kepribadiannya, tetapi juga dalam misi dakwahnya yang penuh hikmah dan keindahan bahasa. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 yang menegaskan bahwa Rasulullah merupakan teladan yang baik bagi umatnya.
Selain kecakapan ilmu, seorang muballigh Muhammadiyah juga harus memiliki sifat kasih dan ketaatan spiritual yang tinggi. Dalam kajian ini, Dr. Adi Hidayat mencontohkan bagaimana Rasulullah SAW menunjukkan keteguhan dalam ibadah, hingga kakinya bengkak karena lamanya berdiri dalam shalat malam.
“Hal ini mencerminkan kesungguhan dalam mendekatkan diri kepada Allah dan menunjukkan bahwa seorang dai sejati tidak hanya menyampaikan ajaran Islam, tetapi juga menjadi teladan dalam menjalankan nilai-nilainya”. Ujarnya.
Dalam dakwahnya, seorang muballigh juga perlu memahami struktur sosial dan hubungan interpersonal. Islam mengajarkan keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia, sebagaimana tercermin dalam Rukun Islam.
Muballigh tidak hanya berperan sebagai penyampai ilmu, tetapi juga sebagai pemersatu umat dan agen perubahan sosial yang menumbuhkan semangat kebersamaan dan kepedulian.
Dalam konteks ini, ayat dari Surah Al-Hujurat ayat 13 menjadi landasan utama dalam membangun ukhuwah Islamiyah yang kuat. Persiapan dan pendidikan yang matang juga menjadi faktor krusial dalam membentuk seorang muballigh Muhammadiyah yang kompeten. Dalam kajiannya, Dr. Adi Hidayat membandingkan proses dakwah Nabi Muhammad SAW yang mempersiapkan diri selama 3 tahun 6 bulan sebelum menerima perintah dakwah secara terbuka. Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa seorang muballigh harus melewati tahapan pembelajaran yang intensif agar memiliki keilmuan yang kokoh serta strategi dakwah yang efektif.
Dalam menghadapi tantangan dakwah di era modern, Dr. Adi Hidayat mengingatkan pentingnya prinsip “bil-hikmah” (dengan kebijaksanaan) sebagaimana termaktub dalam Surah An-Nahl ayat 125. Metode dakwah harus disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang mad’u (objek dakwah), baik dalam bentuk ceramah, dialog, maupun keteladanan langsung. Tantangan dalam dakwah tidak hanya berasal dari resistensi masyarakat terhadap Islam, tetapi juga dari internal muballigh itu sendiri dalam menjaga keistiqamahan dan niat yang lurus.
Di penghujung sesi, Dr. Adi Hidayat menekankan bahwa karakteristik muballigh Muhammadiyah harus mencerminkan keseimbangan antara ilmu, hikmah, dan kesabaran. Dakwah bukan hanya sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
“Dengan semangat keilmuan yang tinggi dan strategi dakwah yang tepat, para muballigh Muhammadiyah diharapkan dapat menjalankan peran strategisnya dalam membangun peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin”. Pungkasnya.
Pelatihan ini menjadi momentum penting dalam membentuk generasi muballigh Muhammadiyah yang tidak hanya tangguh secara intelektual, tetapi juga kuat dalam akhlak dan spiritualitas. Dengan kesiapan yang matang, mereka akan mampu menjawab tantangan dakwah di era kontemporer serta menjadi pilar utama dalam menyebarkan ajaran Islam dengan penuh hikmah dan kasih sayang.