Bantul, 20 Februari 2025 – Muballigh Muhammadiyah harus memiliki karakteristik rasional, interaktif, dan tidak hanya berbicara satu arah dalam menyampaikan dakwah. Hal ini disampaikan oleh Endro Dwi Hatmanto, S.Pd., M.A., Ph.D., Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam sesi materi pada Pelatihan Instruktur Muballigh Muhammadiyah Nasional (PIMMNAS) yang diselenggarakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Pusdiklatbud Tabligh Institute, Bantul.
Dalam pemaparannya, Endro menekankan bahwa muballigh Muhammadiyah tidak boleh membawa ceramah yang berbau mistis. “Segala sesuatu harus bisa dijawab dengan referensi. Karena itu, muballigh Muhammadiyah harus banyak membaca buku,” tegasnya. Selain itu, muballigh Muhammadiyah juga dituntut untuk tetap rendah hati meskipun telah dikenal luas oleh masyarakat.
Menurut Endro, muballigh Muhammadiyah tidak hanya dituntut untuk berbicara di depan banyak orang, tetapi juga harus mampu membuat jamaah tertarik untuk mendengar dan terlibat dalam diskusi. “Metode diskusi melibatkan komunikasi dua arah, bertukar informasi, dan pemahaman mendalam. Interaksi dengan jamaah sangat penting agar mereka tidak hanya mendengar, tetapi juga aktif memberikan umpan balik,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa ceramah yang hanya bersifat satu arah cenderung monoton dan kurang menarik. “Banyak muballigh yang tidak melatih intonasi dan ekspresi dalam ceramahnya. Dengan metode diskusi, peserta akan didorong untuk menganalisis dan mengevaluasi persoalan, serta menghubungkannya dengan pengalaman pribadi dan kondisi sosial,” tambahnya.
Endro juga menyoroti rendahnya keterampilan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skills (HOTS) di kalangan masyarakat Indonesia. “Masih banyak orang yang terjebak dalam pola berpikir rendah, seperti membuang sampah sembarangan, tidak tertib berlalu lintas, dan mudah percaya hoaks. Bahkan dalam pemilu, banyak yang asal memilih tanpa analisis,” paparnya.
Ia menekankan bahwa diskusi dalam dakwah sangat penting untuk mendorong berpikir kritis dan tidak mudah menerima informasi secara mentah. “Di era sekuler-liberal ini, menjadi muslim yang memiliki kemampuan analitis kritis sangat penting. Jika tidak, kita akan mudah menerima pemikiran yang rancu,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar muballigh tidak mudah menyalahkan takdir dalam melihat suatu permasalahan. “Misalnya, jika generasi muda semakin jauh dari agama, jangan hanya berkata, ‘Ini tanda akhir zaman.’ Sebagai muballigh, kita harus mencari akar masalahnya dan menawarkan solusi yang logis,” pungkasnya.
Pelatihan ini dihadiri oleh para utusan Majelis Tabligh Muhammadiyah dari berbagai Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas serta efektivitas Keinstrukturan mereka dalam menjawab tantangan zaman.
Muballigh Muhammadiyah Harus Rasional dan Interaktif dalam Berdakwah
143