TABLIGH.ID, YOGYAKARTA, 5 Maret 2025 – Ramadan adalah bulan penuh berkah yang tidak hanya menuntut kita untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam tausiyahnya di Masjid Al Musannif Tabligh Institute Muhammadiyah, Ustadz Akbar Sani, S.Pd.I., M.Pd.I. mengingatkan para jamaah tentang pentingnya menjaga niat dalam beribadah agar dapat meraih derajat takwa di sisi Allah SWT.
Beliau mengutip firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menjelaskan bahwa dalam bulan Ramadan, banyak nasihat dan pengingat tentang ketakwaan yang dapat membantu kita tetap istiqamah dalam menjaganya. Kata takwa sendiri berasal dari al-wiqayah, yang berarti penjagaan. Maknanya adalah usaha menjaga diri dari api neraka dan berusaha tetap berada di jalan yang diridai oleh Allah SWT. Oleh karena itu, para ulama mendefinisikan takwa sebagai:
“اِمْتِثَالُ أَوَامِرِ اللَّهِ وَاجْتِنَابُ نَوَاهِيهِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً”
“Menaati segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan.”
Untuk menggambarkan makna takwa dengan lebih jelas, Ustadz Akbar Sani membawakan kisah inspiratif dialog antara Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dan Ubay bin Ka‘ab radhiyallahu ‘anhu. Suatu ketika, Umar bertanya kepada Ubay tentang makna takwa. Ubay pun balik bertanya:
“Wahai Umar, pernahkah engkau melewati jalan yang penuh duri?”
Umar menjawab bahwa ia berjalan dengan sangat hati-hati agar tidak terkena duri tersebut. Maka Ubay berkata:
“Itulah takwa.”
Ibarat seseorang yang berjalan di jalan yang penuh duri, ia akan sangat berhati-hati agar tidak terjerumus. Demikian pula orang yang bertakwa, ia selalu menjaga dirinya dari perkara yang dilarang oleh Allah SWT.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, saat kita berjalan menuju masjid dan melihat pecahan kaca atau duri di jalan, tentu kita akan sangat berhati-hati. Bahkan, mungkin kita menyingsingkan sarung atau rok agar tidak terkena bahaya. Begitulah hakikat takwa, yaitu menjaga diri dari segala sesuatu yang bisa menjerumuskan kita ke dalam keburukan.
Allah SWT pun berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 197:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ
“Dan berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa.”
Dalam tausiyahnya, Ustadz Akbar Sani menekankan bahwa Ramadan bukan sekadar kewajiban tahunan, tetapi merupakan madrasah yang mendidik kita menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari perkataan dan perbuatan yang buruk.
Sebagai penutup, beliau mengutip hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak membutuhkan ia meninggalkan makan dan minumnya.”
Artinya, puasa akan sia-sia jika seseorang masih melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, Ustadz Akbar Sani mengajak seluruh jamaah untuk menjadikan Ramadan sebagai momentum memperbaiki diri, memperkuat ibadah, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga hati dan lisan.
“Marilah kita manfaatkan Ramadan ini sebagai momen untuk memperkuat ketakwaan, agar setiap amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT,” pesan Ustadz Akbar Sani di akhir tausiyahnya.