TABLIGH.ID, YOGYAKARTA – Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustadz Fathurrahman Kamal, menegaskan pentingnya menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, bukan sekadar simbol atau bagian dari ritual seremonial. Pesan ini ia sampaikan dalam Tabligh Akbar peringatan Nuzulul Quran di Masjid Adz Dzakirin, Bambanglipuro, pada 17 Maret 2025.
Dalam ceramahnya, Ustadz Fathurrahman mengingatkan bahwa bahkan di zaman Rasulullah SAW, sudah ada umat Islam yang meninggalkan Al-Quran. Ia mengutip firman Allah dalam surah Al-Furqan ayat 30:
“Ya Rabbi, inna qawmī ittakhadzū hādzal-Qur’āna mahjūrā.”
“Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang ditinggalkan.”
Menurutnya, fenomena ini terus berulang di setiap generasi. Al-Quran diagungkan dalam berbagai acara seperti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) nasional, peringatan Nuzulul Quran, Maulid Nabi, dan Isra’ Mi’raj. Namun, jika hukum-hukum Al-Quran tidak ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari, maka umat Islam secara tidak sadar telah menjadikannya sesuatu yang ditinggalkan.
Ustadz Fathurrahman kemudian mengisahkan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, salah satu sahabat Rasulullah, yang begitu tersentuh ketika mendengar firman Allah:
“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman agar hati mereka khusyuk dalam mengingat Allah dan tunduk kepada kebenaran yang telah diturunkan?” (QS. Al-Hadid: 16)
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa hanya butuh empat tahun sejak ia masuk Islam hingga ayat ini turun sebagai peringatan bagi kaum Muslimin. “Artinya, Allah sudah mengingatkan: butuh berapa lama lagi bagi kalian untuk benar-benar tunduk dan khusyuk dalam berzikir kepada Allah serta menerima kebenaran-Nya?” ujar Ustadz Fathurrahman.
Ia lalu mengajak hadirin untuk melakukan introspeksi, khususnya dalam komunitas Muhammadiyah. “Muhammadiyah sudah berdiri di Bambanglipuro sejak tahun berapa? Saya yakin sudah cukup lama. Pertanyaannya, apakah selama puluhan tahun ini, bahkan lebih dari satu abad di negeri ini, Al-Quran sudah benar-benar menjadi pemimpin kita?” tanyanya.
Ia juga menyoroti fenomena di Indonesia di mana pejabat bersumpah dengan Al-Quran yang diangkat tinggi, tetapi dalam praktiknya, hukum-hukum dalam Al-Quran justru diabaikan. “Jangan heran jika tiba-tiba ada kasus Pertamina kehilangan dana ratusan triliun rupiah, atau kekayaan alam seperti timah dikelola dengan penuh kezaliman. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran belum benar-benar menjadi pedoman,” tegasnya.
Sebagai solusi, Ustadz Fathurrahman mengingatkan pentingnya tiga amalan yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan dalam membersihkan hati dan menghidupkan Al-Quran dalam kehidupan: zikrullah (mengingat Allah), memperbanyak shalat, dan selalu mengingat kematian.
“Setiap koruptor di republik ini, percayalah, mereka pasti lupa mati,” ujarnya. Ia pun menutup ceramahnya dengan mengajak para jamaah untuk menjadikan Ramadan sebagai momentum memperbaiki hubungan dengan Al-Quran.
“Ramadan ini, Insya Allah, cukup bagi kita untuk membersihkan hati, untuk tazkiyatun nafs. Jika Al-Quran bisa menggerakkan KH. Ahmad Dahlan, berarti beliau memiliki hati yang suci dan jernih. Mari kita teladani beliau, dan tentu di atas semua itu, kita meneladani Rasulullah SAW,” pungkasnya.