web stats
Home » Wasathiyyah dalam Fatwa : Urgensi Keseimbangan antara Pendekatan Tasyaddud dan Tasāhul

Wasathiyyah dalam Fatwa : Urgensi Keseimbangan antara Pendekatan Tasyaddud dan Tasāhul

by Redaksi
0 comment

Oleh: Syeikh Dr. Ahmed Abdelhalim Khattab

Dalam tradisi Islam, fatwa memegang peranan penting sebagai panduan hukum bagi umat dalam menghadapi berbagai permasalahan. Namun, dalam praktiknya, fatwa dapat cenderung pada dua kutub ekstrem: tasyaddud (cenderung ketat dan berlebihan)  atau tasahul (cenderung longgar dan bermudah-mudahan). Dalam konteks ini, konsep wasathiyyah (moderat) menjadi sangat penting agar fatwa tidak terjebak dalam fanatisme atau kelonggaran yang berlebihan.

Konsep Wasathiyyah dalam Islam

Wasathiyyah dalam Islam merujuk pada sikap moderat yang menghindari ekstremisme maupun liberalisme dalam beragama. Konsep ini ditekankan dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 143: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (tengah)…” (QS. Al-Baqarah: 143). Dalam fatwa, wasathiyyah menuntut keseimbangan antara pemahaman tekstual dan kontekstual, sehingga menghasilkan keputusan hukum yang relevan dan proporsional untuk kemaslahatan umat.

Tasyaddud dan Tasahul dalam Fatwa

1. Tasyaddud (Ketat dalam Fatwa)

Tasyaddud dalam fatwa muncul ketika seorang mufti atau ulama lebih cenderung berpegang pada interpretasi hukum yang sangat ketat. Hal ini dapat terjadi karena alasan kehati-hatian dalam beragama (ihtiyath) atau karena pemahaman literal terhadap teks syariat. Meskipun kehati-hatian ini dapat memberikan kepastian hukum, dalam beberapa kasus, fatwa yang terlalu ketat bisa menyulitkan umat dan bahkan menimbulkan ekstrimisme maupun radikalisme dalam kehidupan keberagamaan.

Diantara ciri dan indikator aliran tasyaddud ini adalah;

  • Berpegang Teguh pada Teks tanpa Konteks: Menafsirkan dalil-dalil syariat secara harfiah tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan perkembangan zaman.
  • Menolak Pendekatan Maqashid Syariah: Mengabaikan tujuan utama syariah dalam menjaga kemaslahatan umat.
  • Cenderung Mengharamkan Banyak Hal: Mudah mengeluarkan fatwa yang melarang sesuatu meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
  • Tidak Memberi Ruang Ijtihad: Menolak interpretasi baru dari ulama kontemporer dan lebih memilih mengikuti pendapat lama tanpa kritik.
  • Cenderung Menyulitkan Umat: Mengeluarkan fatwa yang membebani masyarakat tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi yang berbeda-beda.
  • Fanatisme Madzhab, kelompok maupun Golongan : Dengan mengklaim bahwa pendapat medzhab dan kelompoknya lah yang paling benar, tanpa mengakui kebenaran dan kebaikan kelompok lain.

2. Tasahul (Longgar dalam Fatwa)

Sebaliknya, tasahul dalam fatwa merujuk pada pendekatan yang terlalu permisif, terkadang dengan mengabaikan dalil-dalil syar’i yang kuat demi memudahkan umat. Sikap ini dapat menyebabkan degradasi nilai-nilai keislaman serta berpotensi membuka pintu liberalisasi hukum Islam yang tidak sesuai dengan maqashid syariah.

Diantara ciri dan indikator aliran tasyaddud ini adalah;

  • Mengutamakan Kemudahan tanpa Pertimbangan Dalil Kuat: Cenderung mencari pendapat yang paling ringan tanpa memperhatikan kekuatan dalil.
  • Mengabaikan Konsensus Ulama (Ijma’): Tidak mempertimbangkan pendapat mayoritas ulama yang sudah mapan dalam hukum Islam.
  • Cenderung Membolehkan Segala Hal: Mudah memberikan fatwa yang membolehkan sesuatu meskipun ada dalil yang melarangnya.
  • Kurang Mempertimbangkan Maqashid Syariah Secara Menyeluruh: Mengutamakan kemudahan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap umat.
  • Menggunakan Dalil Secara Eksploitatif: Memilih dalil yang hanya mendukung pandangan yang memudahkan, tanpa mempertimbangkan dalil lain yang lebih kuat atau bersifat pengikat.

Urgensi Keseimbangan dalam Fatwa

Pentingnya keseimbangan dalam fatwa didasarkan pada prinsip bahwa Islam adalah agama yang memberikan kemudahan tanpa menghilangkan ketegasan hukum. Sebuah fatwa yang moderat harus mempertimbangkan beberapa aspek berikut:

  • Menyeimbangkan antara Pemahaman Dalil Secara Tekstual dan Kontekstual: Tidak hanya berpegang pada teks secara literal, tetapi juga mempertimbangkan konteks historis dan sosial dalam penetapan hukum.
  • Berpegang pada Maqashid Syariah: Fatwa yang dikeluarkan harus menjaga kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan tujuan utama syariat.
  • Menjaga Keseimbangan antara Kemudahan dan Ketegasan: Tidak terlalu mempersulit tetapi juga tidak terlalu longgar dalam memberikan keputusan hukum.
  • Terbuka terhadap Ijtihad yang Berdasarkan Dalil Kuat: Mengakomodasi perkembangan zaman dengan tetap merujuk pada dalil yang sahih dan metode ushul fiqh yang benar.
  • Mengedepankan Prinsip Keadilan dan Kemaslahatan: Fatwa yang diberikan harus mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak dan maslahat jangka panjang bagi umat.

Kesimpulan

Wasathiyyah dalam fatwa merupakan kebutuhan mendesak untuk menjaga keseimbangan antara tasyaddud dan tasahul. Dengan pendekatan yang moderat, fatwa dapat tetap relevan, aplikatif, serta tidak menimbulkan kesulitan yang berlebihan bagi umat Islam. Oleh karena itu, para ulama dituntut untuk selalu mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemudahan dalam memberikan fatwa, sehingga syariat Islam tetap menjadi pedoman yang membawa kemaslahatan bagi umat manusia.

Disarikan dari Cermah Syeikh Ahmed Abdelhalim Khattab Saat Dauroh Ilmiah Dakwah dan Ifta’ Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 16 Maret 20125 di Pusdiklatbud Tabligh Institute Muhammadiyah oleh Dr. Fajar Rachmadani, Lc., M. Hum., P.hD.

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00