Dijawab Oleh Dr. Hakimuddin Salim, Lc., M.A. dalam chanel Youtube Hakimuddin Salim Official
PERTANYAAN
Assalamu’alaikum Ustadz, bagaimana solusinya jika ada seorang anak yang memiliki cita-cita tinggi, tetapi justru dikekang oleh orang tuanya?
JAWABAN
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Dalam kondisi seperti ini, anak bisa menempuh metode al-hiwar, yaitu berdialog atau berbicara langsung dengan orang tuanya. Bicaralah dari hati ke hati, dengan bahasa yang jelas, rinci, dan komprehensif.
Sampaikan dengan baik:
“Pak, Bu, saya memiliki cita-cita seperti ini… Saya ingin menempuh jalan ini…”
Jelaskan dengan tenang, penuh adab, dan argumentasi yang kuat.
Kadang, sebagian orang tua cenderung meremehkan kemampuan anak atau menganggap anak masih kecil, belum mampu, atau belum siap. Maka tugas anak adalah menunjukkan kesungguhannya.
Saya ambilkan contoh dari pengalaman pribadi. Dulu, ketika saya ingin menikah, saya masih kuliah di Universitas Islam Madinah dan belum lulus S1. Saya adalah anak bungsu, dan kakak-kakak saya pun belum menikah saat itu. Ketika saya mengutarakan niat ingin menikah, orang tua saya menanggapinya dengan tawa, mengira itu hanya omongan sesaat.
Namun, saya tidak berhenti di situ. Saya kemudian menulis surat kepada orang tua, menjelaskan keinginan saya dari berbagai sisi: sisi syar’i, menjaga kehormatan diri, dan sisi tanggung jawab. Saya tunjukkan bahwa saya memiliki pemasukan tetap dari beasiswa dan juga pekerjaan sambilan. Saya jelaskan rencana ke depan, langkah-langkahnya, hingga akhirnya mereka mengerti dan merestui.
Kuncinya adalah menunjukkan keseriusan dan menjelaskannya secara detail dengan dialog yang baik. Insya Allah, tidak ada orang tua yang tidak menginginkan kebaikan untuk anaknya.
Namun, ada kalanya perbedaan pandangan muncul, terutama jika menyangkut aspek syar’i. Misalnya, ada seorang anak perempuan yang ingin menekuni profesi tertentu, namun di dalamnya terdapat banyak fitnah atau syubhat, dan sulit untuk menjaga kehormatan atau akhlak. Dalam situasi seperti itu, orang tua memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengarahkan kepada pilihan yang lebih baik secara syariat.
Maka, ukuran utama dalam menentukan langkah hidup tetaplah syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika cita-cita kita baik, sesuai dengan syariat, dan disampaikan dengan cara yang baik melalui dialog terbuka (sarahah), yakinlah—tidak ada orang tua yang tidak menginginkan kebaikan bagi anaknya.