web stats
Home » Dr. Iwan Setiawan: Tradisi Menulis Itu Nafas Dakwah

Dr. Iwan Setiawan: Tradisi Menulis Itu Nafas Dakwah

by Redaksi
0 comment

TABLIGH.ID YOGYAKARTA – Tradisi menulis merupakan aspek penting dalam kehidupan pelajar dan aktivis dakwah. Hal itu disampaikan oleh Dr. Iwan Setiawan, S.Ag., M.S.I., Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam sambutannya saat membuka kegiatan Writing Camp for Gen Z, Sabtu (21/6), di Pusdiklat Tabligh Institute Muhammadiyah, Yogyakarta.

Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) DIY, yang menghadirkan para peserta dari kalangan pelajar lintas ortom Muhammadiyah.

“Tradisi menulis itu sesuatu yang sangat penting bagi kita semua. Saya pribadi juga memulai dari menulis—dulu nulis skripsi, tugas, dan sebagainya. Banyak hal dalam hidup dimulai dari menulis,” kata Iwan membuka sambutannya.

Iwan mengamati telah terjadi pergeseran dalam dunia kepenulisan, khususnya dalam jurnalisme. Jika dahulu menulis berita berbasis pada struktur 5W + 1H, kini pendekatannya lebih menitikberatkan pada konten dan kutipan yang menarik dari isi acara, bukan hanya laporan formalnya.

“Saya pernah ikut pelatihan jurnalisme online. Sekarang yang ditulis bukan acaranya, tapi isinya,” ungkapnya.

Karena kegiatan ini diinisiasi oleh Majelis Tabligh, Iwan menekankan bahwa kemampuan menulis harus dilihat sebagai bagian dari strategi dakwah.

“Bicara tulis-menulis itu sekarang mengalami pergeseran. Tapi nilai dakwahnya tetap ada. Sekarang ekspresi dakwah bukan hanya tulisan—bisa juga lewat podcast, video, atau konten digital lainnya. Tapi dasarnya tetap kemampuan menulis dan membaca,” jelasnya.

Iwan mengaitkan hal ini dengan spirit Islam yang sejak awal memuliakan literasi, sebagaimana perintah pertama dalam wahyu: Iqra’ bismi rabbik.

Dalam suasana santai namun bermakna, Iwan memberikan beberapa buku kepada peserta yang membawa buku bacaan sebagai bentuk penghargaan terhadap minat literasi.

“Buku adalah nafasnya penulis. Boleh saja kita hidup di era digital, tapi saya ingin tetap menghidupkan buku cetak,” ujarnya sambil membagikan buku-buku karya Peri GS, Aset Jamjam Nur, dan Masar Joko.

Ia menyoroti buku cerpen berjudul Ipung: Hidup Ini Keras Maka Gebuklah! sebagai contoh gaya penulisan yang berani dan penuh imajinasi. Ia juga menyinggung buku Menjadi Suami Siaga sebagai narasi jurnalisme reflektif yang menyentuh sisi kehidupan keluarga.

“Menulis itu seperti ngobrol. Saya sering ngobrol dengan Pak Askuri di kampus. Gaya tulisannya juga begitu, seperti bicara dengan istri atau anaknya. Tapi mengandung pesan yang kuat,” tambahnya.

Menutup sambutannya, Iwan menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap program Writing Camp ini.

“Saya salut kepada PW IPM DIY yang melaksanakan kegiatan ini secara kolaboratif. Kalau dilakukan sendiri pasti berat. Tapi dengan sinergi bersama Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, semuanya jadi lebih ringan dan terfasilitasi,” pungkasnya.

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00