TABLIGH.ID, YOGYAKARTA – Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Askuri Ibnu Hamim, M.Si., menekankan pentingnya tradisi menulis dan peran strategis bahasa dalam membangun peradaban, saat membuka kegiatan Writing Camp for Gen Z di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Tabligh Institute Muhammadiyah, Sabtu (21/06/2025).
Dalam sambutannya, Dr. Askuri menyambut hangat para peserta dan mengungkapkan bahwa gedung Tabligh Institute terbuka bagi seluruh aktivis lintas organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah. Ia mengaku memiliki kedekatan emosional karena pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). “Makanya saat menyanyikan Mars IPM, saya masih hafal,” ujarnya.
Di hadapan para peserta , ia menyampaikan refleksi mendalam tentang pentingnya kemampuan menulis sebagai ekspresi pikiran dan sarana membangun imajinasi kolektif. Menurutnya, bahasa adalah keunggulan utama manusia yang membedakan dari makhluk lain. “Pikiran manusia hanya bisa dikenali dan dipahami jika dikomunikasikan melalui bahasa,” ungkapnya.
Mengutip pemikiran Yuval Noah Harari dalam Sapiens:Riwayat Singkat Umat Manusia Dr. Askuri menjelaskan bahwa kekuatan bahasa telah memicu revolusi kognitif sekitar 70 ribu tahun lalu. Saat itu, spesies manusia belum lebih unggul dibandingkan hewan lain. Namun, seiring kemampuan berbahasa dan membangun imajinasi bersama, manusia mampu menciptakan sistem sosial, ekonomi, hingga teknologi modern. “Bahasa memungkinkan kita berbagi gagasan abstrak, seperti konsep Tuhan, uang, bahkan mimpi-mimpi besar,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa bahasa telah berevolusi dari bentuk lisan menuju tulisan. Dalam masyarakat modern, bahasa tulis menjadi lebih penting karena menuntut ketepatan logika dan estetika bahasa. “Menulis tidak hanya soal menyampaikan informasi, tapi juga membangun struktur pikiran dan daya imajinasi,” tambahnya.
Namun, ia menyayangkan bahwa tradisi literasi di Indonesia berkembang relatif lambat dibandingkan dunia Barat. “Pada masa awal kemerdekaan, hanya sekitar 7% penduduk Indonesia yang bisa membaca tulisan Latin. Kita tertinggal cukup jauh,” ungkapnya. Meski demikian, Muhammadiyah sejak awal telah menjadi pelopor dalam mengembangkan budaya tulis, salah satunya melalui pembentukan Majelis Pustaka.
Dalam konteks kekinian, Dr. Askuri juga menyinggung pentingnya memperbanyak narasi Islam di ranah digital, termasuk di platform kecerdasan buatan seperti ChatGPT. Ia mencontohkan kasus mahasiswa yang menyimpulkan bahwa siksa kubur tidak ada karena informasi yang tersedia secara daring minim rujukan dari sudut pandang Islam yang benar. “Jika kita tidak menuliskan narasi-narasi kebenaran, maka algoritma akan mengambil dari sumber yang salah,” tegasnya.
Untuk itu, ia mendorong para kader Muhammadiyah, baik dari IPM, IMM, NA, maupun ortom lainnya untuk aktif menulis dan menghasilkan karya-karya bermutu yang dapat menjadi rujukan digital generasi mendatang. “Kita harus membangun peradaban literasi di era algoritma ini,” serunya.
Kegiatan Writing Camp for Gen Z sendiri diharapkan mampu melahirkan penulis-penulis muda Muhammadiyah yang tidak hanya cakap dalam menyampaikan gagasan, tetapi juga membawa misi dakwah yang kuat, terstruktur, dan relevan dengan zaman.