TABLIGH.ID, YOGYAKARTA – Masjid Al-Musanif yang terletak di kawasan Tabligh Institute Muhammadiyah resmi memulai kegiatan perdana Pengajian Ahad Kliwon pada Ahad, 22 Juni 2025. Pengajian ini mengundang seluruh Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Masjid se Tamantirto. Acara ini diisi oleh dr. Agus Taufiqurrahman, Sp.S., M.Kes., Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi kesehatan.
Serangkai dengan pengajian, Takmir Masjid Al Musannif menyediakan menu sarapan pagi Soto Ayam untuk para Jama’ah dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis dari PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman Yogyakarta
Dalam sambutannya, Dr. Waluyo, Lc., MA.—Ketua Takmir Masjid Al-Musannif sekaligus Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah—menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari ikhtiar untuk mewujudkan amanat Muktamar. Salah satu langkah konkretnya adalah membangun sistem manajemen dakwah yang lebih profesional, berkelanjutan, dan kontekstual.
“Insya Allah, ke depan akan hadir Kulliyatul Muballighin sebagai wahana pelatihan dai muda Muhammadiyah. Mereka akan dipersiapkan untuk mampu berdakwah secara adaptif dan berdaya saing,” ujarnya.
Masjid Al-Musannif, yang berdiri berdampingan dengan gedung Tabligh Institute, menjadi bagian dari integrasi spiritual dan pembinaan kader. Tak hanya itu, kawasan ini juga tengah dirancang sebagai pusat pemberdayaan umat. Rencana jangka menengahnya mencakup pembangunan café komunitas serta kampus publik Muhammadiyah, yang akan difungsikan sebagai tempat pelatihan formal dan nonformal bagi para dai dan muballigh.
“Kami ingin tempat ini menjadi kawah candradimuka bagi para pendakwah Muhammadiyah. Bukan sekadar kuat dalam retorika, tetapi juga mampu mandiri secara ekonomi dan menjadi inspirasi umat,” tambah Waluyo.
Dalam tausiyahnya, dr. Agus Taufiqurrahman mengingatkan kembali jejak sosial Muhammadiyah sejak masa awal berdirinya. Ia mengutip apresiasi Dr. Soetomo pada tahun 1924 terhadap langkah Muhammadiyah dalam membumikan nilai-nilai Surah Al-Ma’un melalui aksi nyata menolong kaum lemah.

“Jika yang lain masih sibuk pada tataran teori, Muhammadiyah sudah turun langsung ke lapangan. Ini yang kemudian dikenal sebagai feeding movement, gerakan memberi makan sebagai implementasi dakwah sosial,” ujar Agus.
Ia juga menekankan pentingnya memudahkan urusan dakwah sebagaimana sabda Rasulullah: Yassirū wa lā tu‘assirū — “Permudahlah, jangan dipersulit.”
Selain refleksi dakwah, Agus mengajak jamaah untuk mulai memperhatikan kesehatan sebagai bagian dari ibadah. Ia menyampaikan kekhawatiran terhadap meningkatnya kasus stroke, diabetes, dan gagal ginjal di usia produktif akibat pola hidup tidak sehat. “Menjaga kesehatan adalah bentuk syukur. Infak pun hendaknya dilakukan dengan ikhlas, bukan menunggu banyaknya,” pesannya.
Majelis ini sekaligus menjadi ruang silaturahmi antar-pengajian, dilengkapi dengan layanan pemeriksaan kesehatan gratis. Menurut panitia, partisipasi jamaah, terutama dari kalangan ibu-ibu, terpantau lebih banyak dibandingkan kaum pria. Ini menjadi catatan tersendiri dalam konteks keterlibatan keluarga dalam aktivitas dakwah.
Acara ditutup dengan pembacaan hamdalah bersama. “Alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn. Semoga istiqamah dan berkah dalam dakwah dan ibadah kita semua,” pungkas Agus.
