web stats
Home » Tujuan Pernikahan dalam Perspektif Al-Qur’an: Telaah Atas Q.S. Ar-Rum Ayat 21

Tujuan Pernikahan dalam Perspektif Al-Qur’an: Telaah Atas Q.S. Ar-Rum Ayat 21

by Redaksi
0 comment

Oleh: Muh. Rasyid Ridho Pasisang (Mahasiswa Ilmu Hadist Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)


وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya:

“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Surah ar-Rum yang terdiri dari 60 ayat, termasuk golongan surah-surah Makkiyah dan diturunkan sesudah surah al-Insyiqaq. Surah ini dinamakan ar-Rum karena pada permulaan surah ini, yaitu ayat 2, 3, dan 4 terdapat berita tentang bangsa Romawi yang pada mulanya dikalahkan oleh bangsa Persia, tetapi beberapa tahun kemudian mereka dapat menuntut balas dan mengalahkan Kerajaan Persia kembali. Ini adalah salah satu dari mukjizat Al-Qur’an, yaitu memberitakan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Ia juga mengisyaratkan bahwa kaum Muslimin yang demikian lemah pada waktu itu akan menang dan menghancurkan kaum musyrik. kemudian isyarat ini terbukti pada perang badar.[1]

Surah ar-Rum memiliki kandungan makna dan pengetahuan yang begitu kaya, sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam. Meski demikian, penulis membatasi pembahasan ini hanya pada ayat ke-21, dengan fokus pembahasan pada tema tujuan pernikahan dalam Islam.

Menikah Sebagai Jalan Ketentraman Jiwa

Surah ar-Rum ayat 21 menjelaskan bahwa Allah-lah yang menetapkan jodoh bagi setiap manusia, dan jodoh mereka itu tentunya berasal dari jenis yang sama, yakni  manusia juga, antara laki-laki dan perempuan. Tujuannya tidak lain adalah untuk membuat hati mereka menjadi tenteram dan damai.[2] Suami dan istri idealnya menjadi sumber kebahagiaan bagi pasangannya, bukan menjadi penyebab beban atau tekanan. Dalam hubungan yang diberkahi Allah, keduanya saling membahagiakan melalui akhlak yang baik, perhatian yang tulus, dan kasih sayang yang mendalam, serta saling menguatkan ketika menghadapi ujian hidup. Inilah makna sejati pernikahan dalam Islam, pasangan saling mendukung, saling membahagiakan bukan saling melemahkan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasululullah SAW kepada istri-istrinya.

Cinta Yang Membahagiakan Ala Rasululullah

Rasulullah SAW merupakan contoh terbaik dalam memperlakukan pasangan dengan penuh kasih sayang. Banyak hadis yang menggambarkan kelembutan beliau terhadap istri-istrinya. Dalam hal-hal kecil seperti memanggil dengan panggilan yang lembut, membantu pekerjaan rumah, hingga bercanda dengan penuh kehangatan, Rasulullah menunjukkan kepada kita bahwa membahagiakan pasangan adalah bagian dari ibadah. Dari Aisyah RA, ia berkata:

كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ وَلَمْ يَذْكُرْ زُهَيْرٌ فَيَشْرَبُ

Artinya:“Aku minum ketika aku sedang haid, kemudian aku memberikannya kepada Rasulullah, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat mulutku (bekas minum-ku). Aku juga pernah menggigit daging ketika aku sedang haid, lalu sisa daging aku berikan kepada Rasulullah, maka beliau meletakkan mulutnya di tempat mulutku (bekas gigitan-ku)”. HR. Muslim, No. 300.[3]

Gestur seperti ini mungkin tampak sederhana, tapi dalam hubungan suami-istri, perhatian kecil bisa memiliki dampak besar. Demikianlah betapa lembut kasih Rasulullah kepada Aisyah. Hanya dengan seteguk air dari tempat yang sama, beliau mengajarkan arti cinta yang menenangkan, menghormati, dan memuliakan pasangan, tentunya dengan bernilai ibadah.

Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologi

Bagi sebagian orang, mungkin pernikahan hanyalah sebuah tradisi adat dan budaya, tetapi dalam perspektif psikologi, menikah adalah kebutuhan dasar manusia, serta menjadi salah satu sarana mencapai kebahagiaan dan terhindar dari gangguan kesehatan mental.[4] Ada banyak manfaat psikologi yang didapat ketika seseorang menikah, antara lain terpenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu sandang, papan, pangan, seksual, cinta dan kasih sayang, serta rasa aman. Bila kebutuhan dasar sudah terpenuhi, manusia akan mudah mencapai kebutuhan tambahan lainnya. Dengan menikah, manusia akan mencapai puncak kebermaknaan hidup, apalagi dengan memiliki keturunan sehingga akan terasa lengkap, bahagia dan sempurna sebagai manusia.

Meskipun dalam perspektif psikologi dan surah ar-Rum ayat 21 dikatakan bahwa pernikahan akan membawa ketenangan dan kebahagiaan bagi manusia, hal itu bukan berarti kebahagiaan datang begitu saja. Manusia tetap perlu berusaha, berikhtiar, dan belajar agar keluarga yang dibangun benar-benar menjadi sumber kedamaian. Sebagaimana isyarat yang ada dalam Q.S. ar-Rad ayat 11:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

Artinya:“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Q.S. Ar-Rad : 11

Selain itu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, penting bagi sesorang untuk mempersiapkan diri dengan memahami ilmu tentang pernikahan, termasuk psikologi pernikahan. Dengan begitu, hubungan yang terjalin bukan hanya bernilai ibadah dan penuh rahmat dari Allah, tetapi juga berjalan dengan kesadaran, pengetahuan, dan arah yang jelas. Karena kebahagiaan rumah tangga sejati tidak hanya lahir dari cinta, tetapi juga dari kesiapan dan pemahaman yang matang.

Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI, “Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)”, Widya Cahaya: Jakarta, thn. 2011.

Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, Darut Tibaah al-Amiroh: Turki, thn. 1915.

Iqbal, Muhammad, “Psikologi Pernikahan: Menyelami Rahasia Pernikahan”, Gema Insani: Jakarta, thn. 2018.


[1] Kementrian Agama RI, “Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)”, Widya Cahaya: Jakarta, thn. 2011, hlm. 453.

[2] Ibid, hlm. 478.

[3] Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, Darut Tibaah al-Amiroh: Turki, thn. 1915. Hlm. 168.

[4] Iqbal, Muhammad, “Psikologi Pernikahan: Menyelami Rahasia Pernikahan”, Gema Insani: Jakarta, thn. 2018, hlm. 7.

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00