TABLIGH.ID, YOGYAKARTA, 16 Oktober 2025 / 24 Rabi‘ul Akhir 1447 H — Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Tabligh Institute menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Meningkatkan Pemahaman dengan Pengayaan Pembacaan Konsep Risalah Islam Berkemajuan dalam Berbagai Perspektif.” Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting ini dihadiri oleh sejumlah narasumber, di antaranya K.H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I. (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah), Dr. Waluyo, Lc., M.A., Akhmad Arif Rifan, S.H.I., M.S.I., dan Dr. Riduwan, S.E., M.Ag. (Wakil Ketua PWM DIY/MES DIY).
Akhmad Arif Rifan sebagai pemantik dalam FGD ini menyampaikan bahwa meskipun berbagai pedoman tata kelola masjid telah disusun, termasuk dalam upaya memperkuat kemandirian ekonomi, masih terdapat sejumlah tantangan konseptual dan praktis yang perlu dikaji lebih mendalam. FGD ini, katanya, menjadi ruang untuk menelaah peluang, tantangan, dan kesiapan lembaga dalam mengembangkan model koperasi berbasis masjid serta merumuskan langkah konkret untuk penerapannya di lapangan.
K.H. Fathurrahman Kamal dalam pengantarnya menegaskan bahwa pengembangan koperasi syariah berbasis masjid merupakan bagian dari upaya meneguhkan kembali fungsi masjid sebagai pusat ibadah, ilmu, dakwah, dan kesejahteraan umat. Menurutnya, masjid Muhammadiyah tidak boleh berhenti sebagai tempat ritual semata, tetapi juga harus hadir sebagai pusat kenyamanan sosial dan ekonomi jamaah. Masjid diharapkan mampu menjadi ruang yang memberikan manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat, menghadirkan kegiatan produktif, serta meningkatkan taraf hidup umat.
Dalam diskusi, para narasumber membahas model koperasi syariah yang bersifat produktif dan investatif. Sistem bagi hasil yang ditawarkan terdiri atas 30 persen untuk investor dan 70 persen untuk pengelolaan masjid serta pemberdayaan jamaah. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur, pemberdayaan pegawai, serta program ekonomi umat. Pembicara mengingatkan pentingnya integritas pengurus dalam pengelolaan dana umat. “Pengurus masjid harus waras, karena ini uang jamaah, bukan hibah pribadi,” tegas K.H. Fathurrahman Kamal.
Para peserta menekankan bahwa gerakan koperasi masjid ini harus diarahkan menjadi ekosistem ekonomi jamaah yang produktif, bukan sekadar aktivitas sosial konsumtif. Beberapa gagasan yang mengemuka antara lain pelatihan keterampilan ekonomi di masjid, penyediaan ruang kerja bersama untuk anak muda, dan program-program yang menumbuhkan kreativitas serta kemandirian finansial jamaah. Dengan demikian, masjid Muhammadiyah diharapkan tampil sebagai masjid berkemajuan yang berperan konkret dalam aspek spiritual, intelektual, dan ekonomi.
Dalam sesi refleksi, pembicara juga mengkritisi model masjid yang cenderung populis, seperti hanya fokus pada kegiatan konsumtif dan sosial temporer tanpa membangun produktivitas jangka panjang. Masjid, menurutnya, seharusnya melampaui aktivitas karitatif dan bergerak menuju kemandirian ekonomi yang berkeadilan.
Dr. Riduwan menambahkan bahwa koperasi masjid dan musala perlu dirancang dengan basis kelembagaan yang kuat dan transparan agar mampu menjadi sarana dakwah sosial-ekonomi yang berkelanjutan. Ia menilai pengembangan koperasi di lingkungan masjid Muhammadiyah merupakan langkah strategis untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan ekonomi jamaah, sekaligus memperkuat kemandirian umat di tengah tantangan modern.
FGD ini diakhiri dengan perumusan kesimpulan dan tindak lanjut pembentukan konsep koperasi masjid-musala di lingkungan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Melalui kegiatan ini, Tabligh Institute menegaskan komitmennya untuk menghadirkan dakwah yang tidak hanya mencerahkan secara spiritual, tetapi juga menyejahterakan secara sosial dan ekonomi, sesuai dengan spirit Risalah Islam Berkemajuan.
