web stats
Home » Quranic Parenting: Menanamkan Tauhid Kepada Anak

Quranic Parenting: Menanamkan Tauhid Kepada Anak

by Redaksi
0 comment

Oleh: Dr. Hakimuddin Salim, Lc. MA.

قال الله تعالى: وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان: ١٣)

Tarjamah Tafsiriyah, “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi wejangan kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13).

Salah satu tokoh ayah inspiratif yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah Luqman Al-Hakim. Bahkan namanya secara khusus dijadikan nama sebuah surah dalam Al-Qur’an. Padahal menurut mayoritas ulama, ia bukan termasuk Nabi dan Rasul. Tentu ini mendorong kita untuk mengkaji lebih dalam profilnya dan pesan-pesannya.

Sang ayah yang bijak itu, mempunyai beberapa wejangan untuk anaknya yang dicatat oleh Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir, “Wejangan-wejangan dari Luqman yang penuh manfaat ini telah Allah Ta’ala kisahkan untuk diteladani dan dipraktekkan oleh manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/445).

Dan wejangan pertama yang diberikan untuk sang buah hati adalah penanaman tauhid (pengesaan Allah), dimana ini adalah pondasi utama yang akan menentukan kuatnya bangunan keagamaan seorang anak ketika tumbuh nanti.

Ini juga kunci utama kebahagiaan dan keselamatan sang anak, terutama nanti di alam akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Orang yang meninggal dalam keadaan tidak mensyirikkan Allah dengan apa pun pasti masuk surga, dan orang yang meninggal dalam keadaan mensyirikkan Allah dengan sesuatu pasti masuk neraka.” (H.R. Muslim).

Ada beberapa ibrah tarbawiyah dari redaksi wejangan tersebut yang menarik untuk didalami, di antaranya adalah:

Pertama, kalimat “li ibnihi” (kepada anaknya), ini menyiratkan kedekatan hubungan antara seorang ayah dan anak, dan kedekatan merupakan kunci utama untuk diterimanya sebuah nasihat. Akan berbeda hasilnya jika di antara keduanya ada jarak yang menjadi sekat.

Kedua, kalimat “wahuwa ya’izhuhu” (saat ia memberi wejangan kepadanya), menunjukkan bahwa Luqman menerapkan uslub al-mau’idzoh (metode wejangan), dimana ciri utama dari metode ini adalah menasihati dengan cara yang halus.

Ketiga, panggilan sayang “Ya Bunayya” (wahai anakku), adalah bentuk pengamalan dari uslub al-mulathofah (metode berlemah-lembut), dan ini selain sebagai tanda cinta, juga merupakan bentuk komunikasi efektif karena pada umumnya otak manusia akan lebih mudah menerima sesuatu yang positif.

Keempat, padahal diriwayatkan bahwa anak Luqman tersebut saat itu belum beriman. Sebagaimana disebutkan oleh Al-Qusyairi, “Dahulu anak dan istri Luqman adalah kafir, maka ia terus-menerus memberi wejangan kepada keduanya sampai mereka beriman.” (Fathul Qadir: 4/237).

Kelima, kalimat “la tusyrik billah” (jangan menyekutukan Allah) adalah salah satu metode utama penanaman tauhid. Ini mirip dengan kalimat tauhid “la ilaha illallah” (tiada yang berhak disembah selain Allah), yang merupakan uslub an-nafyi lil itsbat (metode meniadakan sesuatu untuk menetapkan sesuatu).

Keenam, ini berbeda dengan sebuah teori pendidikan anak yang melarang secara mutlak penggunaan kata-kata “tidak” atau “jangan”. Bahwa kalimat yang bersifat larangan bisa digunakan dalam kondisi dan tema prinsipil tertentu. Terutama untuk anak usia tamyiz (sudah bisa berlogika), agar mereka tidak tumbuh dalam budaya permisif (serba boleh).

Ketujuh, kalimat “innas syirka lazhulmun ‘azhim” (sesungguhnya meyekutukan Allah adalah sebuah kezaliman yang besar) adalah bentuk rasionalisasi dari sebuah larangan dengan mengaitkannya dengan sesuatu yang universal dan mudah diterima oleh akal atau perasaan manusia.

Kedelapan, ini juga memberi pelajaran bahwa dalam melarang atau memerintah anak melakukan sesuatu, meski mereka kita anggap masih kecil dan di bawah kendali kita, tetap harus dengan argumen yang bisa diterima akal mereka. Ini adalah pengamalan uslub al-iqna’ al-fikry (metode meyakinkan secara logika) yang sangat bagus untuk merangsang daya kritis dan membiasakan anak berpikir mendalam.

Demikian sedikit kupasan atas ayat di atas. Tentu hal tersebut hanya salah satu contoh dari penanaman tauhid pada anak. Banyak konten tauhid lain yang penting untuk disampaikan, yang harus mencakup penjabaran tentang macam-macam tauhid (Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asmaa’ wa Shifat).

Juga banyak metode lain yang bisa digunakan seperti dengan: uslub al-qudwah (keteladanan), uslub al-qisshoh (berkisah), uslub dhorbul amtsal (permisalan), dan uslub tarbiyah bil ahdats (mengupas kejadian di sekitar), tentu disesuaikan dengan perbedaan karakter dan tahap kembang anak.

Sekali lagi, penanaman tauhid pada anak adalah yang pertama dan utama. Ini adalah amanah besar bagi orang tua dan para pendidik untuk menunaikannya. Jangan sampai mereka tumbuh dewasa, sekolah bertahun-tahun lamanya, mempelajari berbagai ilmu yang ada, tetapi belum bisa mengesakan dan mengenal dengan baik Rabb mereka. <>

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00