web stats
Home » Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 51–53: Hakikat Wahyu, Bahaya Kesombongan, dan Makna Hidayah

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 51–53: Hakikat Wahyu, Bahaya Kesombongan, dan Makna Hidayah

by Redaksi
0 comment

Oleh: Dr, Hakimuddin Salim, Lc., M.A.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ. وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ

“Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya, kecuali melalui wahyu, atau dari balik tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi Mahabijaksana. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu sebagai cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang milik-Nyalah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, hanya kepada Allah segala urusan kembali.” (Q.S. Asy-Syura: 51-53)


Sebab Turunnya Ayat (Asbābun Nuzūl)

Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini turun sebagai jawaban atas tantangan orang-orang Yahudi kepada Rasulullah ﷺ. Mereka berkata, “Mengapa engkau tidak berbicara langsung dengan Allah dan melihat-Nya, sebagaimana Musa berbicara langsung dengan Tuhannya? Jika engkau adalah seorang nabi sejati, tentu engkau mampu melakukannya.”

Kemudian Rasulullah ﷺ menjawab, “Musa pun tidak melihat Allah secara langsung.” Lalu Allah menurunkan ayat ini untuk membantah klaim mereka dan menegaskan hakikat komunikasi antara Allah dan manusia.

Tafsir dan Penjelasan Ayat

1. Hakikat Wahyu dan Komunikasi dengan Allah

Ayat ini menegaskan tiga cara Allah berkomunikasi dengan manusia:

  • Melalui Wahyu (Ilham): Allah mewahyukan sesuatu langsung ke dalam hati seorang hamba.
  • Dari Balik Tabir: Seperti yang dialami Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah berbicara kepadanya, namun Musa tidak melihat-Nya secara langsung.
  • Melalui Utusan (Malaikat): Seperti Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Klaim bahwa seseorang dapat melihat Allah secara langsung di dunia atau bercakap-cakap dengan-Nya tanpa perantara adalah batil. Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah menegaskan bahwa manusia tidak mungkin melihat Allah di dunia. Penglihatan terhadap Allah hanya akan terjadi di akhirat bagi orang-orang beriman.

Oleh karena itu, klaim sebagian orang—bahkan yang terlihat alim—bahwa mereka pernah melihat Allah, baik dalam mimpi maupun keadaan terjaga, atau mengaku menyatu dengan Tuhan (wahdatul wujud), adalah sesat dan menyesatkan. Itu merupakan tipu daya setan yang semakin marak di akhir zaman.

2. Bahaya Kesombongan (Al-Kibr)

Sikap orang Yahudi yang menolak kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ bersumber dari kesombongan. Rasulullah ﷺ mendefinisikan kesombongan sebagai “menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (batharul haq wa ghammatun-nas).

Kesombongan inilah yang menyebabkan Iblis terusir dari surga, meskipun telah beribadah ribuan tahun. Dia menolak sujud kepada Adam karena merasa lebih mulia dengan berkata, “Aku lebih baik darinya.” (Ana khairun minhu).

Senioritas, kedudukan, atau banyaknya ilmu tidak menjadi jaminan seseorang terbebas dari kesombongan. Ukuran kemuliaan di sisi Allah adalah ketakwaan dan ketulusan, bukan siapa yang lebih dahulu atau siapa yang lebih tinggi keduniaannya. Siapa yang tulus dan sungguh-sungguh dalam kebenaran, dialah yang mulia.

3. Makna Hidayah: Taufik dan Dakwah

Dalam ayat ini, Allah menggunakan kata “hidayah” dalam dua konteks yang berbeda:

  • Hidayatut Taufiq wal Ilham: Hidayah yang sepenuhnya wewenang Allah. Dialah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Ini adalah hidayah yang mengubah hati.
  • Hidayatud Dakwah wal Irsyad: Hidayah berupa bimbingan dan arahan. Inilah yang dilakukan Rasulullah ﷺ dan menjadi kewajiban umatnya untuk menyampaikan dakwah.

Dengan demikian, tugas kita adalah menyampaikan hidayah dakwah, sedangkan hasil akhirnya diserahkan kepada Allah melalui hidayah taufik-Nya.

4. Peringatan terhadap Fitnah Akhir Zaman

Ayat ini mengingatkan kita untuk mewaspadai fitnah akhir zaman, terutama munculnya Dajjal yang mengaku sebagai Tuhan. Dajjal akan memiliki banyak keistimewaan yang dapat menipu orang yang lemah iman dan kurang pemahaman tauhidnya.

Untuk melindungi diri, kita harus:

  • Memperkuat makrifatullah (mengenal Allah) melalui mempelajari Asma’ wa Sifat-Nya.
  • Beristiqamah membaca doa perlindungan dari fitnah Dajjal, khususnya dalam akhir tahiyat.
  • Membaca dan memahami Surah Al-Kahfi.
  • Berusaha tinggal di Makkah atau Madinah, karena keduanya dijaga malaikat dari masuknya Dajjal.

Klaim-klaim palsu seperti kemampuan melipatgandakan uang, melihat yang gaib, atau mengaku sebagai nabi—seperti yang pernah muncul—adalah cikal bakal penyesatan yang harus diwaspadai.

Kesimpulan dan Pelajaran

Beberapa pelajaran penting dari ayat ini adalah:

  1. Pendidikan Akidah: Menegaskan bahwa tidak ada manusia yang dapat melihat atau berbicara langsung dengan Allah di dunia. Klaim semacam itu adalah sesat.
  2. Pendidikan Akhlak: Menghindari kesombongan dengan menerima kebenaran dari siapa pun datangnya, serta tidak meremehkan orang lain.
  3. Pendidikan Dakwah: Memahami perbedaan antara hidayah taufik (kewenangan Allah) dan hidayah dakwah (kewajiban manusia). Kita harus terus berdakwah meski hasilnya bukan wewenang kita.
  4. Kewaspadaan: Memperkuat tauhid dan ilmu untuk menghadapi fitnah akhir zaman, terutama klaim-klaim palsu yang menyesatkan.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang dapat menerima kebenaran, terhindar dari kesombongan, dan istiqamah dalam menyampaikan dakwah.

Subḥānakallāhumma wa biḥamdika, asyhadu an lā ilāha illā anta, astagfiruka wa atūbu ilaik. Waṣallallāhu ‘alā nabiyyinā muḥammadin wa ‘alā ālihī wa ṣaḥbihī wa sallam.

Walhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn. Waṣallallāhu ‘alā nabiyyinā muḥammadin wa ‘alā ālihī wa ṣaḥbihī ajma‘īn.

YouTube, [Tafsir Tarbawi], diunggah oleh Hakimuddin Salim Channel , 8 September 2025, 54.41, diakses tanggal [16 September 2025], https://www.youtube.com/watch?v=qBH2QzChNyo.

You may also like

Leave a Comment

MAJELIS TABLIGH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAJELIS TABLIGH OFFICIALS

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

@2024 – Designed and Developed by Asykuri ibn Chamim

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00